Jakarta,- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menegaskan perlunya penguatan perlindungan anak dalam pelaksanaan Program Sekolah Rakyat, setelah hasil pengawasan menemukan masih adanya kasus kekerasan, lemahnya kapasitas pengasuhan, serta belum tersedianya kebijakan keselamatan anak di sejumlah sekolah.
Temuan tersebut dipaparkan dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Pembahasan Hasil Pengawasan Program Sekolah Rakyat”, yang digelar secara daring pada Senin (20/10/2025) bersama perwakilan kementerian, lembaga, dan organisasi masyarakat sipil.
FGD ini menghadirkan Prof. Dr. Zahrotun Nihayah, M.Si. (Staf Khusus Menteri Bidang Perlindungan Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) dan Dr. Robben Rico, A.Md., LLAJ., SH., ST., M.Si. (Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial) sebagai narasumber utama, serta Ketua Umum Independen Pekerja Sosial Profesional Indonesia (IPSPI) dan Tata Sudrajat, Senior Director Advocacy, Campaign, and Governance Save the Children Indonesia sebagai penanggap.
Wakil Ketua KPAI Jasra Putra menyebut, meski Sekolah Rakyat membawa semangat inklusivitas pendidikan, perlindungan anak belum sepenuhnya menjadi perhatian utama.
“KPAI mendukung penuh upaya pemerintah dalam membuka akses pendidikan bagi anak-anak dari keluarga miskin ekstrem. Namun inklusivitas tidak boleh mengorbankan kualitas perlindungan anak. Kami menemukan masih ada risiko kekerasan dan lemahnya kapasitas pengasuhan, dan belum adanya mekanisme perlindungan anak yang memadai,” tegasnya.
Anggota KPAI Aris Adi Leksono, selaku pengampu Kluster Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang, dan Budaya, menambahkan, pengawasan menjadi instrumen penting memastikan Sekolah Rakyat berjalan sesuai prinsip perlindungan anak.
“Sekolah Rakyat adalah inovasi sosial yang baik, tapi tata kelolanya harus menjamin anak merasa aman, bukan justru menghadirkan risiko baru,” ujarnya.
Dari hasil monitoring bersama KemenPPPA dan Kemensos di Banyuwangi, Malang, dan Batu, Prof. Dr. Zahrotun Nihayah, M.Si menyebut ditemukan anak-anak dengan latar belakang kompleks-korban kekerasan seksual, verbal, hingga dan memiliki pengalaman traumatis, hingga yang mengalami depresi berat.
“Ini menegaskan bahwa pengasuhan di Sekolah Rakyat harus dilakukan oleh orang yang paham psikologi dan perlindungan anak,” ungkap Prof. Zahrotun.
Ia menambahkan, KemenPPPA mendorong pembentukan Gugus Tugas Pencegahan Kekerasan terhadap Anak di setiap Sekolah Rakyat, dan pelatihan bagi pendamping anak mengenai Digital Parenting, PFA (Psychological First Aid), serta pengasuhan berbasis hak anak.
Sekretaris Jenderal Kemensos RI, Dr. Robben Rico, menjelaskan, Sekolah Rakyat dirancang sebagai intervensi sosial untuk mengatasi kemiskinan melalui pendidikan terintegrasi.
“Kami sedang memperkuat sistem kelembagaan agar program ini punya landasan hukum dan tata kelola yang lebih baik,” ujarnya. Sekolah Rakyat bukan hanya tempat belajar, tapi juga rumah sosial bagi anak-anak dari keluarga rentan. Kemensos akan memperkuat unsur perlindungan anak dalam penyelenggaraan program, termasuk penyusunan kurikulum yang relevan, penyediaan psikolog pendamping, serta pembentukan satuan tugas perlindungan anak.
Sementara, Tata Sudrajat menyoroti perlunya penerapan kebijakan keselamatan anak di seluruh lembaga pendidikan.
“Setiap lembaga yang bekerja dengan anak wajib memiliki kode etik keselamatan anak. Pencegahan Kekerasan seringkali muncul dari lingkungan yang seharusnya aman. Pencegahan hanya efektif jika ada kebijakan yang mengikat semua pihak,” ujar Tata.
Adapun Ketua Umum IPSPI mengingatkan pentingnya kehadiran pekerja sosial profesional dalam pendampingan anak dan pengasuhan di Sekolah Rakyat agar pembinaan tidak bersifat hukuman, tetapi membangun empati, kemandirian, dan rasa aman bagi anak.
Dari hasil pengawasan dan diskusi dalam FGD ini, tersebut, disepakati lima rekomendasi strategis sebagai langkah perbaikan bersama:
- Penguatan regulasi melalui integrasi Sekolah Rakyat dalam RUU Sistem Pendidikan Nasional.
- Pembentukan unit perlindungan anak dan gugus tugas pencegahan kekerasan di setiap Sekolah Rakyat.
- Pelatihan intensif bagi wali asuh dan wali asrama dengan pendekatan psikososial dan perlindungan anak.
- Pengembangan model Sekolah Rakyat Ramah Anak yang dapat direplikasi di daerah lain.
- Kolaborasi lintas kementerian dan pemerintah daerah untuk memastikan keberlanjutan dan akuntabilitas program.
KPAI menegaskan komitmennya mengawal dan mengawasi kebijakan secara konstruktif terhadap penyelenggaraan Program Sekolah Rakyat bersama kementerian/lembaga terkait demi memastikan perlindungan dan pemenuhan hak anak berjalan sesuai prinsip kepentingan terbaik bagi anak.
“Sekolah Rakyat harus menjadi ruang tumbuh yang aman dan membahagiakan bagi setiap anak Indonesia. KPAI akan terus memastikan prinsip perlindungan anak menjadi jiwa dari setiap kebijakan pendidikan nasional,” tutup Aris. (Ed:Kn)













































