KPAI Dorong Penetapan Tersangka dalam Pengusutan Tuntas Kasus Anak Meninggal di Salah Satu Spa di Jakarta

Jakarta,- Komisi Perlindungan anak Indonesia (KPAI) mendesak Kepolisian Resor Jakarta Selatan untuk segera menetapkan tersangka dan mengusut tuntas kasus meninggalnya seorang anak (14) di sekitar Gedung D Spa, Jakarta Selatan. Hingga saat ini, belum ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka meskipun telah terjadi kehilangan nyawa anak, kondisi yang dinilai sangat ironis oleh KPAI.

KPAI menilai kasus ini memiliki indikasi kuat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan eksploitasi anak. Dugaan awal menunjukkan korban direkrut oleh penyalur terapis yang menjadi rekanan perusahaan SPA, sempat ditempatkan di Bali, dan kemudian dipindahkan ke Jakarta. Terdapat pula indikasi penyekapan, dan ancaman utang sebesar 50-200 juta rupiah apabila akan  mencoba pengunduran diri, serta pembatasan kebebasan bergerak di lokasi penampungan.

KPAI telah berkoordinasi dengan Kepolisian, Kementerian Ketenagakerjaan dan Dinas Ketenagakerjaan  Provinsi DKI Jakarta untuk menelusuri keterangan dari keluarga korban, perusahaan serta kebijakan dunia usaha yang diduga mempekerjakan anak. 

Dalam temuan awal, KPAI menyoroti beberapa hal penting:

  1. Penyebab kematian anak. Polisi belum mendapatkan gambaran utuh atas hilangnya nyawa korban. Untuk itu KPAI mendorong agar Kepolisian mengusut tuntas kasus ini secara scientific investigative agar keluarga korban segera memahami latar belakang peristiwa yang korban alami.
  2. Belum adanya penetapan tersangka. Dari sisi pelaku, kepolisian untuk segera menetapkan tersangka yang diduga pelakunya individu maupun korporasi yang melakukan sejumlah pelanggaran hak anak berat, diantaranya adanya rekrutmen, penampungan sementara dan dipindahkannya korban dari Bali ke Jakarta, serta jenis perusahaan yang terdiri dari susunan kepemilikan yang bergerak di bidang terapis tersebut.
  3. Perusahaan mempekerjakan anak. Realitas eksploitasi dalam kasus ini sangat jelas, anak dipekerjakan pada tempat yang beresiko terhadap Kesehatan, keselamatan dan moralitasnya. Hal ini bertentangan dengan UU No 20/1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO 138 Mengenai Usia Minimum Untuk Anak Diperbolehkan Bekerja  dan UU No 1/2000 tentang pengesahan Konvensi ILO No 182 tentang Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak. Untuk itu kemenaker dan Dinas ketenagakerjaan provinsi DKI penting memeriksa dan mengawasi perusahaan terutama D Spa serta seluruh perusahaan yang bergerak dalam bidang serupa, domisili Jakarta dan Bali untuk menjamin tidak mempekerjakan anak.
  4. Menyerukan seluruh keluarga dan masyarakat Indonesia untuk tidak mempekerjakan anak terlebih lagi pada jenis pekerjaan yang beresiko dan pada bentuk pekerjaan terburuk, yang akan berdampak pada tumbuh kembang dan masa depan anak
  5. Mendorong dunia usaha untuk mengimplementasikan norma hukum ketenagakerjaan dimana para pengusaha dilarang mempekerjakan anak, dan jika itu terbukti akan mendapatkan sanksi administrasi seperti ditutup dan dibekukan, serta apabila ada tindak pidana didalamnya, maka wajib diproses secara hukum

“Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa perlindungan anak harus menjadi tanggung jawab bersama. Tidak boleh ada lagi anak yang kehilangan masa depan, apalagi nyawanya, karena kelalaian dan keserakahan dunia usaha,” pungkas Ai. (Ed:Kn)

Exit mobile version