Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) berjanji terus mengawal kasus dugaan sodomi yang menimpa AK (6), siswa TK Jakarta International School (JIS) di Pondok Indah, Jakarta Selatan. Pengawalan dilakukan baik dari sisi hukum maupun psikis korban.
“Ini momentum yang tepat untuk memberikan efek jera pada pelaku agar peristiwa semacam ini tidak terulang kembali,” ujar Ketua KPAI Asrorun Ni’am Sholeh usai mengadakan pertemuan dengan pihak JIS, Rabu (16/4/2014).
Sholeh menegaskan, KPAI akan melakukan dua langkah. Pertama, memastikan proses hukum terhadap tersangka berjalan sesuai prosedur dan koridor yang semestinya.
“Jangan sampai kasus seperti ini terlepas begitu saja, karena penindakan hukum yang tidak maksimal. Sebab, banyak kasus-kasus serupa terlepas begitu saja, sehingga terulang kembali,” kata Sholeh.
Langkah lainnya, jelas Sholeh, mendampingi untuk pemulihan medis dan psikologis korban. Sebab, untuk kasus seperti ini, korban mengalami trauma, begitupun dengan AK. Menurut Sholeh, harus ada terapi-terapi untuk memulihkan psikologis dan trauma korban agar tidak berkepanjangan.
“Meskipun secara umum dia sudah ditangani dokter, tapi harus ada special treatment untuk rehabilitasi sosialnya dalam hal ini psikis korban,” terangnya.
Sholeh juga mendesak pihak JIS untuk mendalami dan menangani kasus ini. Sebab, pihak sekolah yang paling bertangung jawab terhadap mutu dan kualitas pendidikan, termasuk tenaga pendidikan. Bukan hanya pengajar, tapi juga penjaga kebersihan, pustakaan, tata usaha.
Bahkan, Sholeh mendesak agar pihak sekolah melakukan investigasi internal. Dia juga meminta sekolah tetap memperhatikan pendidikan korban. Sebab, setelah kejadian korban tidak mau berangkat sekolah karena ketakutan. Pihak sekolah harus mengirimkan guru ke rumah untuk korban.
“Sekolah harus bertangung jawab, tidak bisa lepas tangan begitu saja,” kata dia.
Selain itu, dia juga meminta Dinas Pendidikan DKI Jakarta untuk mengawasi. Sebab, lembaga itu memiliki tangung jawab terhadap penyelengaraan pendidikan di sekolah, baik dari aspek regulasi maupun pengawasan. Harus dipastikan sejauh mana peran dinas pendidikan terhadap kasus ini.