KPAI Gelar FGD Bahas Evaluasi Program Pancawaluya, Tegaskan Pentingnya Regulasi dan Sinergi Perlindungan Anak

Foto: KPAI, 2025

Jakarta, – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema “Antara Harapan dan Ancaman Tumbuh Kembang Anak”, pada Jumat (16/5), sebagai tindak lanjut dari hasil pengawasan lapangan terhadap Program Pendidikan Karakter Pancawaluya Jawa Barat Istimewa. FGD tersebut melibatkan berbagai pemangku kepentingan dari unsur pemerintah, akademisi, psikolog, lembaga perlindungan anak, guru, dan organisasi masyarakat. Tujuannya adalah menjaring masukan dan merumuskan langkah evaluatif untuk memastikan program sejalan dengan prinsip-prinsip perlindungan anak dan sistem pendidikan nasional.

Dalam hasil pengawasannya, KPAI menemukan bahwa program Pendidikan Karakter Pancawaluya Jawa Barat Istimewa belum mengacu pada regulasi perlindungan anak, tidak didukung asesmen psikolog profesional, belum memiliki standar pelaksanaan yang seragam antar Program ini juga dinilai rentan memunculkan stigma dan labeling diskriminatif terhadap anak, serta minim melibatkan partisipasi anak secara utuh. Program ini memiliki potensi positif, namun perlu memperhatikan regulasi terkait perlindungan anak, sistem asesmen yang kuat, serta prinsip perlindungan anak yang wajib dipenuhi, tegas Aris Adi Leksono, Anggota KPAI, yang memimpin jalannya FGD, pada, Senin (19/05/2025). KPAI juga mencatat adanya ketidakterlibatan optimal perangkat daerah seperti UPTD PPA, PUSPAGA, dan pekerja sosial. Bahkan ditemukan kasus di mana anak yang tidak bersedia mengikuti program terancam tidak naik kelas, yang bertentangan dengan semangat pendidikan inklusif dan non-diskriminatif.

Ketua LPAI, Seto Mulyadi, yang hadir dalam forum tersebut, menyatakan bahwa program ini perlu ditempatkan sebagai pelengkap pendidikan non formal, bukan sebagai bentuk pelimpahan tanggung jawab dari sekolah atau keluarga. “Kita mengapresiasi KPAI yang menggelar pertemuan ini. Pendidikan karakter nonformal harus jadi pelengkap yang disesuaikan dengan kebutuhan anak, bukan hukuman. Tapi program ini juga tidak perlu dihentikan. Perlu dipantau sampai akhir dan dievaluasi,” ungkap Kak Seto.

Sejumlah pihak juga menggarisbawahi pentingnya penguatan regulasi nasional, seperti disampaikan oleh KPAI dan peserta FGD lainnya. Mereka mendorong Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) untuk memperkuat pelaksanaan Permendikbud No. 72 Tahun 2016 tentang Pendidikan Layanan Khusus (PLK), agar program pendidikan karakter serupa bisa diimplementasikan secara tepat di setiap daerah.

Dian Sasmita, Anggota KPAI, menambahkan bahwa pelaksanaan pendidikan nonformal tetap harus mengacu pada Sistem Pendidikan Nasional. Tanpa itu, tentunya ada kekhawatiran terhadap pendidikan karakter yang justru akan menjadi kontraproduktif dari tujuan sistem pendidikan.

Perkembangan anak-anak yang menjadi peserta program pendidikan karakter perlu dilakukan monitoring dan evaluasi terkait perubahan perilakunya secara berkala.Pemerintah daerah juga perlu menyiapkan dukungan dari orang tua, sekolah hingga masyarakat dalam mendampingi proses reintegrasi sosial usai mengikuti program.

Dikdik Hardy, Tenaga Psikolog Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Sukabumi juga menjelaskan bahwa perubahan perilaku yang sudah terbentuk harus terjaga. Sehingga orang tua, sekolah hingga masyarakat dapat menjadi support system dalam menghasilkan pola asuh yang positif. “Karena belum adanya monitoring, program ini belum bisa dikatakan berhasil atau tidak berhasil,” lanjutnya.

Peserta dari FSGI, Komnas PA, JPAB, P2G, hingga UPTD PPA Sukabumi juga menyampaikan pandangan bahwa program seperti Pancawaluya tidak boleh menjadi proyek karbitan yang mengorbankan hak anak. Mereka menekankan pentingnya keterlibatan psikolog, pendampingan orang tua, serta monitoring dan evaluasi jangka panjang terhadap anak yang mengikuti program. FGD tersebut juga menyepakati pendidikan karakter harus dibangun berdasarkan pendekatan sistem perlindungan anak yang komprehensif meliputi norma/substansi, struktur kelembagaan, dan proses pelaksanaan yang menjamin kepentingan terbaik anak. KPAI menegaskan komitmennya untuk terus mengawasi, mengadvokasi, dan membangun sinergi lintas kementerian/lembaga agar program sejenis dapat dilaksanakan dengan aman, terstandar, dan ramah anak. (Ed: Kn)

Media Kontak Humas KPAI,
Email : humas@kpai.go.id
WA. 0811 1002 7727

Exit mobile version