KPAI GELAR RAKOR DENGAN KEMENPPPA DAN LPSK MEMBAHAS RANCANGAN KERJA SAMA PEMENUHAN HAK RESTITUSI ANAK KORBAN TPPO

DOK : HUMAS KPAI

Jakarta, kpai.go.id – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menggelar rapat koordinasi tindak lanjut rencana MoU dan PKS Pemenuhan Hak Restitusi Anak Korban TPPO bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Dasar diselenggarakannya rapat koordinasi tersebut guna merespon surat dari KPPPA tentang rencana kerjasama 3 pihak.

“Rancangan kerja sama ini guna untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak, perspektif perlindungan anak APH dalam proses hukum anak korban TPPO, serta percepatan koordinasi, sinergi, dan implementasi layanan maupun restitusi,” ucap Ai Maryati Solihah selaku Anggota KPAI.

Dalam sambutannya, Ai Maryati menjelaskan bahwa dalam rentang waktu tahun 2011 – 2022 telah tecatat ada 2.710 kasus, banyaknya kasus yang terjadi berdasarkan data dinamika kasus anak korban TPPO dan eksploitasi yang meliputi anak korban penculikan, penjualan, dan perdagangan, serta anak korban eksploitasi ekonomi dan seksual. Pada rentang waktu tersebut, ada 2 kasus kasus besar yang menjadi permasalahan yaitu; (1) Belum adanya putusan pengadilan terhadap permohonan restitusi 7 dari 17 anak asal Jawa Barat korban TPPO di Maumere, serta (2) Tuntutan restitusi 4 dari 30  anak asal Jambi yang menjadi korban TPPO dan kekerasan di Jakarta yang masih di advokasi.

“Pemenuhan hak bagi anak bukan hanya sampai pada advokasi, tetapi bagaimana advokasi bisa benar-benar memenuhi hak anak, khususnya bagi anak yang membutuhkan perlindungan khusus,” ucap Ali Hasan selaku Asdep Perlindungan Hak Perempuan KPPPA.

Pemberian hak restitusi perlu dukungan semua pihak, agar hak-hak korban dapat dipenuhi. Selain itu pada korban tindak pidana kekerasan seksual harus mendapatkan hak restitusi, sebab Undang-Undang TPKS mengatur soal restitusi bagi korban tindak pidana kekerasan seksual.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dimana pada Pasal 71D menyatakan bahwa: “Setiap Anak yang menjadi korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf b, huruf d, huruf f, huruf h, huruf i, dan huruf j berhak mengajukan ke pengadilan berupa hak atas restitusi yang menjadi tanggung jawab pelaku kejahatan.”

“LPSK sedang berupaya melakukan pendekatan reward dengan memberikan penghargaan pada kejaksaan tinggi dan kejaksaan negeri yang berhasil memberikan restitusi kepada anak sebagai korban,” ucap Livia Istania DF Iskandar selaku Wakil Ketua LPSK.

Dalam rapat koordinasi tersebut disampaikan juga mengenai urgensi perancangan MoU, rencana aksi turunan MoU, pembahasahan di tingkat kementerian, dan pengkajian draf PKS. (Kn)

Exit mobile version