KPAI hingga Badan Akreditasi Dukung PPDB Sistem Zonasi Meski Ramai Ditolak

Jakarta – Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi menuai kontroversi. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan mendukung PPDB sistem zonasi. Apa alasannya?

“Kalau menurut KPAI, semakin ditolak, ini semakin harus dipertahankan. Karena masyarakat harus diedukasi menurut saya, bahwa selama saya jadi guru 25 tahun, itu saya dapat sekolah mulai dari yang biasa sampai yang sangat unggul. Nah perbedaannya jauh,” kata komisioner KPAI bidang Pendidikan Retno Listyarti di kantor KPAI Jl Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (19/6/2019).

Retno mengatakan sekolah yang tidak unggul memiliki kualitas murid menengah ke bawah. Sementara, sekolah unggul memiliki kualitas murid menengah ke atas dan memiliki akses informasi maupun perangkat teknologi.

Meski kondisinya timpang, bantuan dari pemda maupun pemerintah pusat kerap kali jatuh kepada sekolah unggul. Sementara sekolah yang tidak unggul tak mendapat perhatian.

“Dengan zonasi ini, semua akan berkualitas, semua akan dibuat unggul. Menurut saya ini harus dimulai memang,” tutur Retno.

Dia meminta masyarakat untuk melaporkan bila menemukan dugaan pelanggaran agar sistem dapat diperbaiki. Retno mengatakan sistem zonasi juga punya dampak positif pada perkembangan anak.

“KPAI juga memandang sistem zonasi justru sejalan dengan kepentingan terbaik anak. Karena prinsip tumbuh kembang anak itu bukan anak disuruh sekolah yang semuanya pintar, atau nggak pintar. Nggak begitu, harus dicampur. Sistem ini justru baik untuk tumbuh kembang anak,” ujarnya.

Di lokasi yang sama, anggota Badan Akreditasi Nasional (BAN) Sekolah/Madrasah, Itje Chodidjah, mengatakan kebijakan PPDB sistem zonasi yang sudah berjalan tiga tahun ini dibuat untuk memberikan masyarakat untuk mengakses fasilitas pendidikan. Itje mengatakan protes datang dari masyarakat yang menganggap anaknya pantas bersekolah di sekolah mapan.

“Yang sekarang menjadi ribet, karena mereka-mereka yang terbiasa diuntungkan dengan adanya sekolah yang dianggap unggulan, dan menganggap anak anaknya hanya pantas sekolah di sekolah mapan,” tutur Itje.

Sementara siswa yang kurang pandai, lanjutnya, hanya bisa menerima karena kaum marjinal. Dia mengatakan sekolah negeri tidak dapat disekat kepintaran. Dia mengatakan sistem zonasi baik karena siswa terlalu berisiko jika sekolahnya jauh.

“Sekolah negeri adalah milik publik, yang tidak bisa disekat hanya karena kepintaran, asal kelompok, dan lain-lain,” tuturnya.

Dalam kesempatan yang sama, Sekjen FSGI Heru Purnomo, mengatakan sistem zonasi muncul karena ada ketidakmerataan pelayanan pendidikan. Dia mengatakan untuk mendukung upaya tersebut pemerintah juga akan merotasi guru.

“Sistem PPDB zonasi harus diikuti dengan zonasi wilayah yang mana guru pun nantinya akan diatur sesuai dengan zona. Maka muncullah kebijakan publik yang sekarang sedang diproses dalam bentuk peraturan presiden tentang rotasi guru. Kenapa rotasi guru muncul dalam tataran peraturan presiden, karena selama ini peraturan tentang pemerataan guru berjalan tidak efektif. Dasar hukumnya sudah ada, terkait mengenai pemerataan guru yang ada pada pasal 28 UU Guru/Dosen, bahwa guru siap dimutasi ke daerah manapun di Indonesia,” ungkap Heru.

FSGI memberi berharap desain rotasi guru dilakukan secara mendalam dan menyeluruh. FSGI meminta ada pemetaan dan peningkatan kualitas guru sebelum rotasi guru dijalankan.

Sehingga saat guru dirotasi termasuk daerah terluar, terdepan dan tertinggal (3T) bisa membawa perubahan bagi peserta didik. Heru mengatakan bagi guru yang dirotasi ke daerah 3T mesti diberi apresiasi, misalnya kenaikan jabatan seusai bertugas.

“Yang diharapkan FSGI, guru yang dirotasi ke daerah 3T itu guru yang akan membawa perubahan, sehingga daerah itu menjadi daerah potensi yang tumbuh. Rotasi guru harus didahului dengan pemetaan kualitas guru. Rotasi jangan sampai asal memindahkan guru, guru harus didengar suaranya atau bisa memberikan pertimbangan,” ucap Heru.

 

Exit mobile version