KPAI: Hukum Kebiri Tak Langgar Kode Etik Kedokteran

Jakarta, CNN Indonesia — Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai hukum kebiri yang dilakukan kepada pelaku kejahatan seksual tidak termasuk pelanggaran kode etik kedokteran.

Ketua KPAI Asrorun Ni’am Sholeh menyatakan, hukuman kebiri dilakukan atas dasar tindakan hukum, bukan tindakan medis, sehingga tidak termasuk pelanggaran kode etik.

“Beda. Ada putusan hakim di situ (hukuman kebiri), sama dengan tentara yang melakukan ekseskusi, bukan termasuk pertahanan negara, tapi tindakan hukum,” kata Asrorun kepada CNNIndonesia.com, kemarin.

Asrorun menilai, hukum kebiri yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Perlindungan Anak bisa membawa efek jera terhadap pelaku kejahatan seksual. Hukum kebiri juga sebuah upaya yang baik untuk melindungi para korban yang kebanyakan anak-anak. Dengan permberlakuan hukum kebiri , Asrorun yakin bisa menekan perilaku kekerasan seksual.
Wacana soal pemberlakuan hukum kebiri yang diatur dalam Perppu Perlindungan Anak telah menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Komisi Nasional (Komnas) HAM menilai hukuman tersebut tidak akan menimbulkan efek jera terhadap para pelaku.

Sementara, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak melaksanakan hukum kebiri dengan alasan melanggar kode etik kedokteran.

Asrorun berpendapat, penolakan IDI tersebut karena ada kesalahpahaman dalam memandang hukum kebiri. Menurutnya, IDI menganggap hukum kebiri sebagai tindakan medis bukan tindakan hukum.
“Ini salahnya, jangan lihat sebagai tindakan medis yah. Kalau masuk tindakan medis, harusnya jangan mau juga dong autopsi mayat. Itu juga melanggar kode etik kan,” pungkasnya.

Perppu Perlindungan Anak sendiri memuat pemberatan dan penambahan hukuman, mulai dari pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun, penjara seumur hidup, hukuman mati, kebiri kimia, pengungkapan identitas pelaku, sampai pemasangan alat deteksi elektronik atau chip pada pelaku kejahatan seksual.

Exit mobile version