KPAI : Ini Alasan Anak Jalanan Jadi Korban Pelecehan Seksual WNA Jepang

Komisioner Bidang Trafficking dan Eksploitasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susianah Affandy menilai kasus eksploitasi dan pelecehan seksual anak yang tengah ditangani oleh Polres Metro Jakarta Selatan sebagai modus baru pelaku.

Pasalnya, menurut dia, biasanya yang menjadi penghubung maupun perantara adalah orang dewasa. Namun dalam kasus ini, salah satu pelaku sekaligus perantara berinisial D (17), masih masuk dalam kategori dibawah umur.

“Kenapa kita bilang ini modus baru? Karena biasanya yang menjadi penghubung itu orang dewasa, nah ini anak-anak, Kan baru,” kata Jaya Susiana di Polres Metro Jakarta Selatan, Rabu (3/1).

Polres Metro Jakarta Selatan telah menetapkan empat tersangka yaitu dua perantara dan satu WNA asal Jepang serta satu DPO berinisial Bule. Susiana menerangkan, salah satu pemacu terjadinya kasus ini dikarenakan kurangnya pengawasan oleh pihak orang tua dan ekonomi.

Dia pun mengungkapkan alasan para korban mau melakukan perbuatan asusila itu. “Kenapa menyasar anak jalanan? Karena mereka lepas dari perhatian orang tua. Dan anak-anak ini pas kami assignment dia cerita dia engga bersalah, dia cuma butuh uang buat nonton bioskop di Blok M Square, main warnet dan beli baju baru,” ungkapnya.

Dari hasil pendekatan kepada para korban, dia mengetahui bahwa anak tersebut sudah berkali-kali melakukan perbuatan seperti ini, telebih lagi korban dibawah umur itu tidak mendapatkan pendidikan sejak menginjak bangku sekolah dasar. Namun, layaknya seperti anak kecil yang polos, mereka pun sangat terbuka saat ditanyain oleh KPAI.

“Korban itu bukan hanya sekali melakukan itu, sudah sampai lima kali diwaktu yang berbeda. Ini hampir mereka engga bisa baca tulis karena kelas dua SD sudah Drop Out (DO),” tandasnya.

Sementara Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto menerangkan, kasus tranfficking dan ekploitasi yang diterima KPAI pada tahun 2017 mencapai 293 kasus. Dengan aduan terbanyak korban prostitusi anak-anak sebanyak 92 kasus. Sedangkan 83 kasus lainnya sebagai korban eksploitasi pekerja anak.

“Sepanjang ditangani KPAI ada sejumlah kasus pelakunya WNA, pertama kasus yang sudah teridentifikasi memiliki jaringan international,” ungkap Susanto.

Dia menjelaskan, modus baru oleh WNA ini tidak hanya terjadi di perkotaan melainkan sampai ke pedesaan. Sehingga pihak KPAI mengimbau kepada seluruh stake holder agar membantu mengurangi eksploitasi anak dengan bekerja sama memberikan informasi.

“Modusnya berwisata, tak hanya diperkotaan tapi juga di pedesaan seperti di Puncak Bogor. Nah ini adalah trend baru. KPAI menghimbau ekploitasi anak-anak, melaui wisata coutage maupun hotel, agar mereka hati-hati dalam memberikan promo,” pungkasnya.

Exit mobile version