KPAI: Kasus Anak yang Terpapar Terorisme Meningkat

JAKARTA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis laporan akhir tahun 2016. Salah satu kasus perlindungan anak yang perlu penanganan khusus adalah kasus anak yang terpapar terorisme dan ideologi radikal.

Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh mengatakan, kasus yang terkait dengan agama dan budaya yang ditangani KPAI selama 2016 sebanyak 219 kasus, meningkat dari yang sebelumnya sebanyak 180 kasus.

“Kasus ini diantaranya adalah kasus anak yang terpapar ideologi radikal dan terorisme,” ujar Asrorun dalam keterangan tertulis yang diterima JawaPos.com, Senin (26/12).

Saat ini KPAI melakukan pengawasan intensif terhadap empat anak yang terpapar terorisme. KPAI juga telah memantau langsung anak-anak di lembaga permasyarakatan (lapas) dengan kasus terorisme.

“Ternyata di dalam penjara justru terjadi radikalisasi anak,” katanya.

Untuk itu KPAI mendesak aparat hukum menerapkan pendekatan restorative justice atau pendekatan pemulihan bagi anak-anak yg terpapar terorisme.

Penanganan kasus hukum anak yang terpapar ideologi radikal dan terorisme, sesui UU 12/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SSPA) perlu diarahkan untuk memulihkan, bukan penghukuman, tapi membuat anak memiliki masa depan yang lebih baik.

Lebih lanjut, dikatakannya, dengan pendekatan pemulihan, maka hak-hak anak akan tetap didapat, seperti hak pendidikan, hak mendapat pengetahuan sesuai dengan usianya, hak tumbuh kembang, dan lainnya.

“Selain soal penghukuman, yang harus diperhatikan adalah media sosial. Saat ini, radikalisme sangat berkembang biak di media sosial,” tuturnya.

Peran keluarga dan orang tua, menurut Niam, sangat besar agar anak tidak mudah mendapatkan informasi yang salah tentang agama.

“Harus ada penyaring yang lebih besar lagi agar anak tidak mendapatkan informasi begitu saja, khususnya di dunia maya,” pungkasnya.

Exit mobile version