Garut, 22 Juli 2025 – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menegaskan pentingnya pendampingan psikologis bagi anak-anak yang terdampak dan menolak stigmatisasi dalam kasus meninggalnya seorang siswa SMA di salah satu sekolah di Kabupaten Garut, Jawa Barat. KPAI menekankan bahwa anak yang telah tiada tetap memiliki hak atas kejelasan penyebab kematian dan perlindungan dari narasi negatif. Kunjungan tersebut dilakukan untuk menggali informasi secara mendalam dari berbagai pihak, termasuk keluarga korban, pihak sekolah, aparat penegak hukum, dan lembaga layanan perlindungan anak.
Anggota KPAI, Diyah Puspitarini,yang memimpin langsung pengawasan lapangan, menyatakan bahwa ini harus menjadi refleksi serius bagi semua pihak, terutama dalam menjamin rasa aman dan dukungan psikologis terhadap di lingkungan pendidikan. “Tidak boleh ada korban berikutnya. Anak-anak lain yang mengalami tekanan pasca kejadian harus mendapatkan pendampingan menyeluruh,” ujar Diyah.
Dalam pengawasan tersebut, KPAI menemui langsung keluarga korban yang masih dalam kondisi trauma mendalam. “Kami melihat bahwa duka yang dialami keluarga korban tidak hanya disebabkan oleh peristiwa tragis yang menimpa anak mereka, namun juga diperparah oleh pemberitaan yang tidak proporsional di media sosial. Bahkan, adik korban turut mengalami tekanan psikologis akibat situasi ini,” ungkap Diyah.
Kepolisian Resor Garut bertindak aktif dalam mengungkap kasus. Kepala Satuan Resor Kriminal Polres garut menyatakan pihaknya segera membuat laporan informasi sebagai dasar melakukan penyelidikan. “Karena kasus ini viral di media sosial dengan narasi adanya perundungan, kami merasa penting untuk segera membuat laporan informasi sebagai dasar pemantauan dan pendalaman kami,” Ujar Kasat reskrim Garut AKP Joko Prihatin.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Garut, Yayan Waryana, juga menyampaikan bahwa kasus ini mencerminkan lemahnya komunikasi antara anak, orang tua, dan guru. “Anak sering kali tidak mengungkapkan beban yang dialaminya karena tidak merasa aman di rumah maupun di sekolah. Ini harus jadi refleksi bersama,” ujarnya.
KPAI meminta agar proses hukum dilakukan secara hati-hati, melibatkan pendekatan yang berpihak pada anak, serta menghindari stigmatisasi terhadap korban maupun keluarganya. “Jangan sampai anak yang telah tiada justru mendapatkan stigma negatif. Kita harus menjunjung tinggi hak anak, bahkan dalam kematian sekalipun,” tegas Diyah.
KPAI menekankan bahwa semua elemen, baik pemerintah daerah, aparat penegak hukum, sekolah, maupun masyarakat, harus memastikan penanganan kasus ini dilakukan secara serius, menyeluruh, transparan, dan berpihak pada anak. Penyebaran informasi yang belum terverifikasi juga harus dihentikan untuk melindungi dan menghormati hak anak dan keluarganya. (Ed:Kn)
Media Kontak Humas KPAI,
Email : humas@kpai.go.id
WA. 0811 1002 7727