KPAI : KEDEPANKAN PERSPEKTIF ANAK DALAM PENANGANAN KASUS BULLYING CILACAP

Pengawasan Kasus Bullying di Cilacap

Jakarta, – KPAI tegas menyatakan bahwa dalam penyelesaian kasus kekerasan fisik/psikis terhadap anak di Cilacap agar seluruh pihak menggunakan perspektif anak. Baik anak korban maupun anak pelaku yang mana keduanya sama-sama masih dalam usia anak.

Sebab, bullying memberikan dampak yang mengancam semua pihak yang terlibat, tidak hanya bagi anak yang di-bully tetapi juga bagi pelaku bahkan bagi anak-anak yang menyaksikan bullying tersebut serta berdampak juga bagi warga sekolah.

Kasus bullying yang berujung pada kekerasan fisik/psikis terhadap anak di salah satu Sekolah di Cilacap, Jawa Tengah, terjadi pada, Kamis (21/09/2023). Tercatat 2 Anak Korban yakni FX (14) dan RF  serta 2 Anak Berhadapan dengan Hukum WS (14) dan MK (15) dan 3 Anak Saksi. Merespon kasus tersebut, KPAI melakukan pengawasan langsung ke Sekolah tersebut pada (29/09/2023). Hal tersebut untuk memastikan dan melakukan pengawasan bahwa pemenuhan hak dan perlindungan anak terpenuhi secara optimal. 

Rapat Koordinasi bersama OPD terkait.

Melalui Rapat koordinasi KPAI bersama lintas OPD terkait di Kabupaten Cilacap dan Propinsi Jawa Tengah, hadir pula Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) melakukan berbagai upaya strategis untuk kerja bersama serta memetakan tugas OPD dan juga memberikan penguatan terhadap siswa dan guru, serta upaya yang dilakukan sekolah untuk mendampingi anak korban, serta anak saksi.

Dalam melaksanakan tugas pengawasan terhadap kasus-kasus Kekerasan terhadap Anak, baik upaya-upaya pencegahan maupun penanganannya, KPAI mengutamakan sinergitas dengan berbagai Lembaga dan Kementerian agar upaya perlindungan dan pemenuhan hak anak berlangsung optimal, serta keberlanjutan proses pendampingan serta rehabilitasi anak tuntas dilaksanakan. 

Sesuai amanat Undang-Undang Perlindungan Anak. Termasuk antara lain, amanat Pasal 69, yakni memastikan perlindungan khusus pada anak korban tindakan kekerasan fisik dan atau psikis melalui (a) penyebarluasan dan sosialisasi ketentuan aturan perundang-undangan yang melindungi anak korban tindak kekerasan dan (b) pemantauan, pelaporan dan pemberian sanksi. Hal ini mengingat tugas-tugas pencegahan dan edukasi publik tentang SPPA merupakan faktor kunci bagi penghapusan kekerasan terhadap anak di Indonesia. Agar anak-anak Indonesia bebas dari berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi yang mengancam di sekitar mereka.

Sejalan dengan hal itu maka, KPAI memberikan masukan kepada Polres Cilacap tentang penegakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) bagi anak korban, anak yang berkonflik dengan hukum dan anak saksi, agar dalam upaya penegakan hukum mengedepankan Keadilan Restoratif serta upaya Diversi terlebih dahulu.

Hal tersebut dimaksudkan agar anak dapat menyongsong masa depannya yang masih panjang serta memberikan kesempatan kepada Anak agar melalui pembinaan akan diperoleh jati dirinya untuk menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, dan berguna bagi diri sendiri, keluarga, Masyarakat, bangsa, dan negara. 

KPAI juga memastikan OPD terkait agar memenuhi jaminan pengobatan, perawatan dan penyembuhan secara medis yang optimal serta layanan psikososial yang efektif bagi korban. Hal tersebut disampaikan saat mengunjungi salah satu anak korban dan ditemui langsung oleh perangkat Desa dan Camat Cimanggu di desa Negarajati. Selain itu KPAI langsung meminta Peksos yang hadir bersama saat itu agar bisa langsung memberikan psikososial pada anak korban dan keluarga korban. Diwaktu bersamaan, KPAI juga meminta agar Dinas Sosial beserta aparat Desa untuk memberikan bantuan sosial bagi anak korban sesuai amanat dari Undang-Undang Perlindungan Anak pasal 59A. KPAI juga memberikan semangat kepada korban agar tidak takut dan membantu upaya penyembuhan. Terhadap anak korban FX yang saat itu berada di RS Purwokerto, maka KPAI menyampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan agar diberikan pelayanan maksimal dan keringanan pembiayaan. 

Lebih lanjut, KPAI melakukan pengawasan langsung terhadap anak berkonflik dengan hukum WS (14) dan MK (15) di Polres Cilacap dan merekomendasikan untuk dirujuk ke rumah aman Cilacap yang memiliki fungsi layanan untuk menyediakan atau memberikan akses tempat perlindungan sementara. Sebab, Anak berkonflik dengan hukum harus dijamin terpenuhinya hak-haknya, termasuk proses hukum yang berkeadilan restoratif sesuai dengan UU SPPA.

Semangat sistem peradilan pidana adalah menjauhkan dampak buruk peradilan pidana terhadap anak. Sehingga digunakan pendekatan keadilan restoratif yang menganut prinsip proporsionalitas dan menghindarkan pembalasan sesuai amanah UU SPPA Pasal 2. Penjatuhan pidana pada anak mendukung pemulihan dan perubahan perilaku anak, bukan dalam rangka memberikan efek jera. 

Oleh karenanya proses peradilan pidana anak bersifat khusus dan berfokus pada masa depan anak. Untuk memberikan kesempatan kepada Anak agar melalui pembinaan akan diperoleh jati dirinya untuk menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, dan berguna bagi diri sendiri, keluarga, Masyarakat, bangsa, dan negara. KPAI sepakat dengan proses hukum sebagai aspek pendidikan dan mendukung tanggung jawab anak atas kesalahannya. Namun, proses hukum tersebut harus dipastikan tidak melanggar hak anak dan serius mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak.

KPAI juga sangat prihatin dengan beredarnya video kekerasan fisik/psikis tersebut. Berdasarkan Pasal 64 huruf i Undang-Undang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa Perlindungan Khusus bagi Anak yang berhadapan dengan hukum yaitu dilakukan melalui penghindaran dari publikasi atas identitasnya.

Demikian juga diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, pada Pasal 19 ayat (1), bahwa “identitas anak, anak korban, dan/atau anak saksi wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak ataupun elektronik.” Dan pada ayat (2) Identitas sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi, nama anak, nama anak korban, nama anak saksi, nama orang tua, alamat, wajah, dan lain-lain yang dapat mengungkapkan jati diri anak, anak korban, dan/atau anak saksi.

Untuk itu, KPAI menghimbau masyarakat serta media-media baik cetak maupun elektronik untuk dapat menjaga anak-anak kita yang sedang ditimpa kemalangan dengan tidak menyebarkan video anak korban dan agar tidak ada pihak-pihak yang memanfaatkan atau menyebarluaskan dengan tidak bertanggungjawab.

Kami berharap dukungan yang lebih berperspektif anak dengan menjaga agar hak-hak anak kita tidak terlanggar terutama dalam perlindungan atas identitas.

REKOMENDASI 

Rakor yang dihadiri OPD terkait tersebut menyepakati beberapa rekomendasi yakni:

  1. Gubernur Jawa Tengah. Agar kasus kekerasan anak yang cukup tinggi di Jawa Tengah menjadi perhatian serius dan penyelesaiannya dengan melibatkan seluruh OPD dan stakeholder. Upaya ini harus cepat agar tidak semakin banyak bermunculan kekerasan pada anak.
  2. Kepada Bupati Cilacap. Agar kasus ini menjadi perhatian penuh dengan segera membuat sistem pengawasan, pencegahan dan penanganan kasus kekerasan pada anak dengan melibatkan berbagai OPD terkait dibawah komando langsung Bupati Cilacap.
  3. Kepada APH (Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan) agar memproses penyelidikan, diversi, jika sampai persidangan agar berjalan dengan cepat dengan tetap memperhatikan kondisi tumbuh kembang anak.
  4. Kepada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Jateng dan Kabupaten Cilacap. Agar menurunkan tenaga psikososial yang professional untuk anak korban, anak saksi, Anak berkonflik dengan hukum, siswa SMP dan guru serta agar mengerahkan UPTD ataupun Puspaga agar masuk desa dan memberikan pemahaman pencegahan kekerasan pada anak.
  5. Kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jateng dan Kabupaten Cilacap. Agar segera membentuk Tim TPPK di masing-masing daerah dan satuan pendidikan serta membuat regulasi yang tetap memberikan hak pendidikan bagi anak korban dan Anak berkonflik dengan hukum.
  6. Kepada Dinas Sosial. Agar segera memberikan bantuan sosial bagi anak korban yang sesuai dengan kondisi, agar anak korban dan keluarga dapat tetap terpenuhi hak hidupnya. Serta Dinsos agar segera menurunkan Peksos untuk anak korban, anak saksi dan Anak berkonflik dengan hukum.
  7. Kepada Dinas Kesehatan. Agar memberikan pemenuhan hak anak korban dan perlindungan pemulihan anak korban beserta biayanya sehingga pemulihan bisa berjalan dengan maksimal.
  8. Kepada Kepala Sekolah SMP. Agar segera membuat sistem pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan sekolah dengan membentuk Tim TPPK dengan pendekatan humanis dan tetap memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak.
  9. Kepada rekan Media dan warga masyarakat. Agar tidak menyebarkanluaskan identitas anak (identitas nama, alamat, sekolah dan foto) di media sosial, karena ini bagian dari perlindungan anak sesuai amanat UU Perlindungan Anak.

Media Kontak : Humas KPAI Email : humas@kpai.go.id WA. 081380890405

Exit mobile version