KPAI: Korban Prostitusi Anak Direkrut via Media Sosial

Menurut KPAI media sosial memudahkan para pelaku untuk merekrut anak-anak yang menjadi korban prostitusi

Suara.com – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan korban-korban dalam kasus prostitusi anak sebagian besar direkrut menggunakan media-media sosial.

Komisioner bidang Trafficking dan Eksploitasi Anak KPAI, Ai Maryati Solihah mengatakan pada triwulan pertama 2019 ada delapan kasus besar yang menjadi pantaua KPAI.

 

“Dari delapan kasus tersebut, sebanyak 80 persen rekrutmen melalui online,” kata Ai dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (29/3/2019).

Dia mencontohkan salah satu kasus prostitusi online yang terjadi di Jakarta Barat, eksploitasi seksual disajikan secara live streaming sesuai harga yang ditetapkan oleh muncikari.

“Demikian juga kasus-kasus yang kami pantau mereka menggunakan media sosial untuk prostitusi seperti melalui Facebook, WhatsApp, Line dan sebagainya,” kata dia.

Rekrutmen melalui media sosial, jelas Ai, berbeda dengan pola konvensional. Dengan media online, pengguna dapat berinteraksi dan bertransaksi kapan pun dan di mana pun. Sedangkan sistem konvensional akan ada pola perpindahan tempat, penjemputan, penampungan, dan eskploitasi manual.

Dia mengatakan fenomena prostitusi online ini terjadi di seluruh Indonesia. Untuk mencegahnya pengasuhan dalam keluarga menjadi kunci.

Sebelumnya Kepala Biro Humas (Kominfo) Fernandus Setu, yang dalam kesempatan yang sama mengakui bahwa media sosial menjadi tempat maraknya penyebaran prostitusi online.

 

“Sebanyak 95 persen akun yang mempromosikan prostitusi ada di Twitter,” kata dia.

Lebih lanjut Ferdinandus mengatakan bahwa sejak 2 September 2018 – 28 Maret 2019, Kominfo telah memblokir 11.282 akun media sosial yang bermuatan prostitusi online. [Antara]

Exit mobile version