KPAI : KPPAD Kepri Kewalahan Kasus Kekerasan Seksual Anak Libatkan Premanisme

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), hari ini, Sabtu (27/9/2014) melakukan audiensi dengan Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kepulauan Riau.

Terdapat sejumlah isu yang disampaikan oleh KPPAD Riau dalam pertemuan itu di antaranya, maraknya kasus kekerasan seksual di Kepri, koordinasi penanganan kasus bersama, tata cara memasukkan permohonan LPSK, hingga mengenai rumah aman untuk saksi dan korban tindak kejahatan.

Ketua KPPAD Kepri, Eri Syahrial, mengatakan, kasus kekerasan seksual terhadap anak, belakangan ini marak terjadi di Kepri. Di antaranya adalah kasus sodomi di Bintan, dan Batam.

“Kasus sodomi terjadi dalam dua minggu, dengan korban sembilan anak di Bintan, dan di Batam 10 anak. Ada kasus lain yang cukup tinggi juga jumlahnya, terkait dengan ini KPPAD juga memberikan perlindungan terhadap anaknya, kalau tidak, kasusnya tidak jalan dan tak masuk ke ranah hukum, dan korban menjadi viktimisasi,” ujar Eri.

Selain memberikan perlindungan, KPPAD Kepri juga mendampingi korban-korban kekerasan seksual anak ketika menjalani proses hukum.

Namun ia mengaku terdapat sejumlah kendala dan kesulitan yang dialami oleh pihaknya. Ia menjelaskan dalam beberapa kasus terdapat ancaman fisik juga intimidasi terhadap anak korban kekerasan seksual dari pelaku maupun orang-orang yang tak ingin kasus itu terbongkar.

“Ada kasus kejahatan seksual yang kami susah adalah yang berkaitan dengan premanisme, sindikat, itulah yang kami sedikit kewalahan, apalagi kalau bawa massa,” tuturnya.

“Yang perlu kami konsultasikan apa perlindungan bagi korban terutama anak. Kalau kami misalnya ada korban yang butuh perlindungan yang dikatakan tidak mampu apakah kami bisa meminta bantuan, mekanismenya seperti apa, dan hal-hal tekait dengan perlindungan korban,” tuturnya.

Menjawab hal itu, perwakilan LPSK yang dipimpin oleh Wakil Ketua Bidang Pernerimaan Permohonan, Lili Pintauli mengatakan, KPPAD Kepri dapat merekomendasikan kasus ke LPSK.

“KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) beberapa kali merekomendasikan beberapa kasus ke LPSK, juga KPPAD, karena sudah ada kerja sama dengan lembaga-lembaga termasuk KPAI, jadi permohonan itu bisa saja diajukan oleh orangtua, pendampingan, atau KPAI, KPPAD,” tuturnya.

Namun Lili menambahkan, bahwa upaya perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak-anak korban kekerasan seksual yang dilakukan LPSK juga harus mendapatkan bantuan dari pihak-pihak terkait di daerah.

Ia mencontohkan bagaimana LPSK melibatkan jaringan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dalam melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap proses perlindungan korban dan saksi di daerah-daerah, juga termasuk memantau proses hukum kasus-kasus tersebut.

Selain itu adapula pemerintah daerah yang membantu LPSK dalam memenuhi hak-hak korban tindak kejahatan. “LPSK memfasilitasi hal tersebut,” katanya.

Selain memfasilitasi korban dalam hal pemenuhan hak-hak mereka, LPSK kata Lili juga seringkali membantu mendorong berjalannya proses hukum yang mandek di aparat penegak hukum, agar korban mendapatkan keadilan.

“Kita memastikan kasus berjalan dengan menyurat ke Mabes (Markas Besar Kepolisian RI -red), dan Mabes meneruskannya ke jajaran mereka di daerah tempat kasus itu tengah ditangani,” tutupnya.

Exit mobile version