KPAI LAKUKAN PENGAWASAN ANAK KORBAN KELALAIAN MEDIS DI PALEMBANG

KPAI LAKUKAN PENGAWASAN ANAK KORBAN KELALAIAN MEDIS DI PALEMBANG (23/02/2023)

Palembang, – Anak menjadi korban kelalaian medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan baik perseorangan maupun lembaga layanan kesehatan perlu mendapatkan pendampingan yang komprehensif. Di sisi lain, pihak rumah sakit juga harus meningkatkan kapasitas para tenaga kesehatan agar kelalaian tersebut tidak terulang.

KPAI LAKUKAN PENGAWASAN ANAK KORBAN KELALAIAN MEDIS DI PALEMBANG (23/02/2023)

Pengawasan terhadap penanganan kasus-kasus kesehatan dan kesejahteraan dasar anak terus dilakukan oleh KPAI. Terhadap kasus yang menimpa bayi akibat kelalaian medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dan kasus pembengkakan alat vital CY (14) usai menjalani operasi di salah satu RS di Palembang, KPAI koordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi Sumsel dan Organisasi Profesi Kesehatan lainnya pada, Kamis (23/02/2023).

“Hal tersebut sebagai upaya mendorong percepatan penanganan kasus terhadap anak yang menjadi korban dan memberikan rekomendasi kepada pemangku kepentingan terkait pola penanganan dan mekanisme koordinasi antar lintas sektor yang komprehensif dalam memberikan upaya perlindungan yang optimal terhadap anak” ungkap Jasra Putra Wakil Ketua KPAI saat lakukan koordinasi.

Dalam kasus bayi yang menjadi korban kelalaian medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, ujar Jasra, diketahui bahwa sudah ada upaya dari pihak rumah sakit untuk menyelesaikan kasus ini. ”Sampai saat ini pengawasan untuk pengobatan sang bayi masih terus berlangsung,” ujar Jasra.

Adapun untuk kasus anak yang diduga mengalami pembengkakan alat vital setelah operasi usus buntu, pihak RS menyatakan, pelaksanaan operasi itu sudah sesuai prosedur medis, lanjutnya.

Mengenai luka yang bernanah setelah operasi itu merupakan dampak yang memang kerap terjadi ketika dilakukan operasi terbuka. Risiko ini pun juga sudah diberitahukan kepada keluarga, bahwa akan ada Indikasi Daerah Operasi (IDO) yang perlu diperhatikan pasca operasi supaya tidak timbul gejala infeksi lebih lanjut, ungkap Pelaksana Tugas Direktur Perawatan Medik, Keperawatan, dan Penunjang dr. H. Marta Hendry, Sp.U, MARS.

”Dalam penanganan pasien, pihak RS tidak ada perlakuan berbeda kepada pasien. Bahkan, awalnya kami ingin melakukan operasi dengan metode laparoskopi, tetapi karena pasien terdeteksi positif Covid-19, skema itu tidak dijalankan, karena peralatan berada di ruang operasi umum yang digunakan oleh pasien lain. Saat ini CY masih menjalani perawatan di RS untuk pemulihan.” ujarnya.

Menanggapi masalah ini, Pengurus Anggota Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi Sumatera Selatan Prof. Hardi Darmawan menyatakan, hal yang paling penting untuk mengatasi hal ini adalah komunikasi yang efektif, benar, humanis, dan etis.

”Masih ada ditemukan tenaga kesehatan di RS yang melakukan komunikasi yang efektif, tetapi tidak humanis sehingga kerap menimbulkan masalah,” ucapnya.

Ditemukan 24.000 perawat di Sumsel hanya 50 persen yang menjalani pendidikan lanjutan. Padahal pendidikan lanjutan adalah hak dari setiap perawat yang harus difasilitasi oleh RS. ”Karena jika perawatnya memiliki kemampuan yang baik tentu keselamatan pasien akan lebih terjamin,” tutup Jasra. (Kn)

Jasra Putra
Wakil Ketua KPAI
Cp. 0821 1219 3515

Exit mobile version