KPAI LAKUKAN PENGAWASAN TERAHADAP PEMENUHAN HAK ANAK KORBAN KONFLIK DI KABUPATEN MAYBRAT

‏Kabupaten Maybrat, Papua Barat Daya – Situasi anak-anak paska konflik Maybrat mengakibatkan ancaman yang cukup serius dalam pemenuhan hak anak. Data menunjukkan bahwa Sejumlah 516 KK pengungsi dari Aifat Selatan (3.058 orang) dan Aifat Timur Rata (704 KK – 3.498 orang) dengan total keseluruhan mencapai 6.556 orang yang tersebar di Sorong Raya dan Sorong Selatan, Susumuk, Kumurkek dan Aywasi. Sebanyak 378 orang adalah anak-anak usia sekolah yang terlantar pendidikannya. (Data Ringkasan Eksekutif Laporan Pengamatan Situasi dan Hak-Hak Pengungsi Maybrat Di Kabupaten Sorong, Sorong Selatan dan Maybrat, Papua Barat Daya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (KOMNAS HAM)).

Selain itu, kepemilikan akta kelahiran di Kabupaten Maybrat baru mencapai 54% dari kurang lebih 11.000 jiwa anak (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Maybrat). Presentase ini masih dibawah target Rencana Strategis Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dirjend Dukcapil Kemendagri) untuk Akta Kelahiran Tahun 2022 yaitu sebesar 97%. Sehingga Pemerintah Daerah setempat harus terus berupaya dan berkomitmen dalam menyelesaikan angka kepemilikan akta kelahiran melalui berbagai program yang dilakukan melalui sekolah.

Oleh karena itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menempatkan perhatian khusus untuk melakukan pengawasan pemenuhan hak sipil dan partisipasi anak di Kabupaten Maybrat, Provinsi Papua Barat Daya pada Kamis (07/12/2023). Pengawasan yang masuk dalam konteks sosial ekonomi politik ini dilakukan untuk memastikan kerentanan penyalahgunaan anak korban konflik dalam pemilu, kepemilikan akta kelahiran, dan pemenuhan hak anak lainnya, serta bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai situasi hingga tumbuh kembang anak korban konflik Maybrat.

Sebelumnya konflik Maybrat terjadi akibat penyerangan Pos Koramil Persiapan Kisor di Kabupaten Maybrat oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) pada Kamis (02/09/2021). Situasi yang mencekam bagi anak itu mengakibatkan kondisi yang memprihatinkan, mengancam hak anak, hingga menyebabkan trauma terhadap anak korban konflik.

“KPAI mendapati informasi dan data mengenai anak anak pengungsi kasus konflik yang terjadi di Maybrat, sehingga berharap pemerintah daerah dapat memaksimalkan perlindungan anak-anak dalam konteks pelaksanaan Pemilu 2024 dan juga memperhatikan perlindungan khusus terhadap anak korban konflik,” ucap Sylvana Maria Apituley saat audiensi di Kantor Bupati Kabupaten Maybrat.

Sementara itu, PJ Sekda Kabupaten Maybrat Ferdinandus Taa menyampaikan bahwa akta kelahiran menjadi salah satu dokumen wajib yang harus dimiliki setiap warga negara, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Maybrat berkomitmen untuk meingkatkan kepemilikan akta kelahiran dengan melakukan penginputan data melalui sekolah-sekolah yang ada, sehingga pemenuhan hak sipil anak tidak terabaikan dan anak-anak dapat dengan mudah mengakses pendidikan hingga kesehatan, serta komitmen tersebut akan dilakukan kolaborasi bersama lintas dinas maupun instansi hingga berkoordinasi bersama KPAI.

Tentunya pencapaian akta kelahiran yang minim di Kabupaten Maybrat dikarenakan ada sejumlah hambatan, seperti masalah jangkauan ke lokasi sekolah yang jauh, medan yang sulit, kesadaran orang tua, serta persoalan sinyal saat penginputan data.

Lebih lanjut, Kadis Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Yuliana Isir menyampaikan kepeduliannya terhadap kepemilikan akta kelahiran anak-anak di Maybrat. Dokumen tersebut sangat penting dalam pemenuhan hak anak, sehingga DP3A terus berupaya untuk melakukan kerja sama dengan guru-guru dalam pendataan anak-anak yang belum ataupun kehilangan akta kelahiran pasca konflik, tuturnya.

Akta kelahiran menjadi bagian penting yang harus dimiliki anak-anak sebagai bagian dari administrasi kependudukan. Tanpa dokumen tersebut, pemenuhan hak anak akan terancam dan sulit dalam mengakses pendidikan hingga kesehatannya.

Anak yang identitasnya belum tercatat dalam akta kelahiran secara de jure keberadaannya dianggap tidak sah oleh negara. Tidak tercatatnya identitas seorang anak menyebabkan risiko eksploitasi, korban perdagangan manusia, kekerasan, hingga pelanggaran hak anak.

Selain permasalahan akta kelahiran, KPAI mendapatkan berbagai informasi mengenai situasi pemenuhan hak anak lainnya di Kabupaten Maybrat. Tentunya daerah konflik akan menimbulkan permasalahan-permasalahan terhadap tumbuh kembang anak dalam aspek pendidikan, kesehatan, hingga rasa aman.

Ferdinandus menambahkan bahwa anak-anak korban konflik di Aifat Selatan sampai saat ini sudah melanjutkan aktivitas belajar, namun untuk Aifat Timur Raya masih dilakukan upaya dalam pendataan agar anak-anak juga bisa melanjutnya aktivitas belajar. Serta di tahun 2024 dalam menangani permasalahan pendidikan Pemerintah Daerah akan melaksanakan program sekolah seharian dan memberikan bantuan makan minum bagi siswa hingga pengajar di sekolah.

Anak-anak dan guru mengharapkan agar fasilitas, sarana prasarana, dan kebutuhan penunjang lainnya dalam kegiatan belajar mengajar dapat segera dipenuhi oleh pemerintah daerah, keinginan tersebut tentu untuk mendapatkan rasa aman dan nyaman dalam belajar meskipun bukan di kampung halaman mereka sendiri.
“Proses belajar mengajar diharapkan bisa berjalan efektif seperti semulanya, karena selama ini anak-anak korban konflik di Maybrat masih merasakan kurang nyaman dan berada dalam tekanan,” tegas Guru SD YPPK Kahrio Yoseph Ama Tukan.

Sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyebutkan bahwa “Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi : 1.Non diskriminasi; 2.Kepentingan yang terbaik bagi anak; 3.Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan 4.Penghargaan terhadap pendapat anak.

KPAI berharap pemerintah daerah dapat memberikan program perhatian khusus terhadap aspek kesehatan anak korban konflik, karena anak-anak terdampak konflik Maybrat memerlukan trauma healing untuk pemulihan psikis anak.

Hak sipil, kesehatan, dan pendidikan anak tidak ada yang boleh terabaikan dalam situasi apapun. Tentunya dalam masa menjelang pemilu pemerintah daerah juga harus dapat memastikan bahwa anak-anak tidak dilibatkan dalam kegiatan kampanye politik dan mengedepankan konvensi hak-hak anak, sehingga anak terbebas dari tindakan eksploitasi dan kekerasan.

“KPAI siap bekerjasama dan mendukung Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya maupun Pemerintah Kabupaten Maybrat dalam program perlindungan khusus terhadap anak dalam situasi darurat melalui trauma healing dan berkomitmen dalam meningkatkan angka kepemilikan akta kelahiran bagi anak korban konflik, harapannya agar kedua hal tersebut untuk segera dilakukan,” tutup Sylvana Maria. (Rv/Ed:Kn)

Media Kontak : Humas KPAI Email : humas@kpai.go.id WA. 081380890405

Exit mobile version