KPAI: Laporan Pelecehan Seksual Terhambat Gara-Gara Masalah Biaya?

JAKARTA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyebut masyarakat enggan melaporkan kasus pelecehan seksual karena tingginya biaya visum. Selain itu pertimbangan korban yang tidak melaporkan kasus ini dikaenakan faktor aib yang tidak mau diumbar.

Ketua Divisi Sosialisasi, Erlinda, mengusulkan adanya aturan biaya visum yang khusus bagi korban dari kelas menengah ke bawah. Erlinda melanjutkan, korban yang mengalami pelecehan justru malah disulitkan jika melapor kepada Kepolisian karena harus mengeluarkan biaya.

“Pasti polisi minta visum. Nah, visum ini harus dibayarkan di rumah sakit. Pada tahapan ini saja, penderita banyak mengurungkan niatnya untuk melaporkan,” kata Ketua Divisi Sosialisasi Erlinda di Jakarta, Jumat (26/5).

Masyarakat juga enggan melaporkan karena masih ada stigma aib yang menghantui para korban di masyarakat. Perilaku ini seakan sudah mendarah daging untuk masyarakat Indonesia.

“Lebih dari 50 persen kekerasan terhadap anak itu adalah kekerasan seksual. Dan masih banyak yang tidak terdeteksi karena banyak yang hanya melapor ke RT/RW atau psikolog karena takut aib,” lanjut Erlinda.

Sementara itu, penyidik Badan Reserse Kriminal Polri mengatakan jika korban pelecehan seksual pasti dirujuk ke rumah sakit milik Polri di tiap kota/kabupaten, yakni RS Bhayangkara, untuk divisum.  Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak ,Ajun Komisaris Besar Iriani, mengatakan selama ini Polri hanya mengandalkan rumah sakit kepolisian atau RS Bhayangkara di tiap kota/kabupaten untuk melakukan visum karena tidak dikenakan biaya. Jika menggunakan rumah sakit swasta, khawatir terlalu banyak uang yang dikeluarkan. Namun, jumlah rumah sakit yang minim tetap jadi kendala.

“Kendalanya adalah biaya. Tapi Kepolisian menyikapi hal ini dengan membawa korban ke RS Bhayangkara,” tutur Iriani.

Sementara itu, dengan jumlah rumah sakit yang minim, polisi harus terus memproses laporan yang masuk. Bahkan rumah sakit hanya ada di tingkat kabupaten, tingkat kecamatan pun tidak memiliki fasilitas yang mendukung.

Di seluruh Indonesia, ada 41 rumah sakit atau klinik Bhayangkara. Jumlah itu pun masih jauh di bawah jumlah kota/kabupaten yang ada, yakni 98/416 termasuk daerah administrasi.

Exit mobile version