KPAI Lihat Ada Pelanggaran Hak Anak di Vonis Mati Yusman

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melihat terjadi pelanggaran hak anak di balik vonis mati kepada Yusman Telaumbanua atas kasus pembunuhan berencana terhadap majikannya, Kolimarinus Zega, Jimmi Trio Girsang, dan Rugn Haloho.

“Kami melihat ada pelanggaran hak anak dalam kasus Yusman. Kalau ini dibiarkan bisa menjadi preseden buruk bagi hukum positif anak,” ungkap Sekretaris KPAI, Erlinda, kepada Okezone, Sabtu (21/3/2015).

Dia mengkritisi vonis hukuman mati terhadap anak di bawah umur yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gunungsitoli, Nias, Sumatera Utara.

“Apakah saat persidangan menggunakan hukum acara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (UU Pengadilan Anak) atau UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak,” paparnya.

Saat ini, lanjut Erlinda, pihaknya sedang koordinasi dengan KPAI Sumut yang terdekat dengan Nias dan lembaga terkait di luar sturktur pemerintahan yaitu dengan KontraS.

“Saat ini ditemukan berkas secara umur Bapthis dari Gereja Betlehem Indonesia kalau Yusman Talaumbanua di lembaran surat itu tertera bahwa terdakwa kelahiran tanggal 30 Desember 1996,” terangnya.

Oleh karena itu, umur 16 atau 14 tahun, dia masih usia anak. Harus mengacu UU anak atau KUHP dan dijerat pidana. Kalau dewasa seumur hidup dan hukuman mati harusnya paling lama 10 tahun karena anak perlu direhabilitasi mentalnya.

Sementara UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, kata Erlinda, jelas mengatur tentang perlindungan khusus anak yang berhadapan dengan hukum.

“Perlindungan ini harus dikawal mulai dari tingkat penyidikan, P-21 atau kelengkapan berkas penyidikan, pengadialan, dan putusan. Kita bersama dengan KPAI Sumut, Kemenkumham, MA, KY, Komnas PA, dan KontraS bisa tinjau ulang vonis ini,” paparnya.

Erlinda mengakui pihaknya tidak meminta agar majelis hakim menganulir putusannya. Namun, setidaknya hukuman Yusman sesuai dengan UU Anak.

“Anak-anak punya hak yang sama, harus diperlakukan sesuai hukum anak memang perlu diberi sanksi, tapi tidak mengganggu hak lainnya. Hak hidup, secara psikologi, usia 12-14, masih bisa diproses untuk memperbaiki diri,” tuntasnya.

Exit mobile version