KPAI, LPSK, KEMEN PPPA TANDA TANGANI PKS TENTANG SINERGI ADVOKASI KORBAN TINDAK PIDANA WUJUD PENGUATAN SISTEM PERLINDUNGAN ANAK YANG MENEMPATKAN KEADILAN DAN PEMULIHAN ANAK KORBAN SECARA OPTIMAL

DOK : HUMAS KPAI

Jakarta, kpai.go.id – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) melakukan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) tentang sinergi advokasi korban tindak pidana.

Acara ini digelar secara hybrid yang dihadiri oleh Ketua KPAI Dr. Susanto, M.A, Sekretaris Jenderal LPSK Dr. Ir. Noor Sidharta, M.H. MBA, Deputi Bidang Perlindungan Anak Nahar, S.H., M.Si, serta para pejabat, staf, dan awak media di Auditorium Lantai III Gedung KPAI. (27/04)

Ruang lingkup kerja sama yang diatur dalam PKS ini meliputi; (1) Penguatan advokasi kebijakan dan/atau regulasi terkait pemenuhan hak restitusi dalam perlindungan anak korban Tindak Pidana; (2) Pemenuhan hak restitusi anak korban Tindak Pidana; (3) Koordinasi dan sosialisasi pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan hak anak korban Tindak Pidana termasuk pemenuhan hak restitusi; (4) Pertukaran data dan/atau informasi terkait perkara pidana anak korban Tindak Pidana; dan (5) Peningkatan kapasitas sumber daya manusia di tingkat Aparat Penegak Hukum (APH).

Sejauh ini situasi pemenuhan hak restitusi anak korban masih sering mengalami fluktuasi, sehingga perjanjian ini diharapkan dapat berjalan sesuai mandat negara yang dapat memberikan hak restitusi terhadap anak korban tindak pidana.

Menurut Anggota KPAI, Ai Maryati Solihah, inisiasi kerjasama ini bertujuan untuk menguatkan sistem perlindungan anak yang menempatkan keadilan dan pemulihan anak korban secara optimal

“Memberikan hak restitusi menjadi pekerjaan besar, maka dengan adanya perjanjian ini dapat memaksimalkan proses mandat negara dalam memberikan hak restitusi terhadap korban,” ucap Susanto selaku Ketua KPAI.

Dalam masa pandemi 3 tahun terakhir ini memberikan berbagai catatan krusial dalam sistem perlindungan anak, untuk itu pemenuhan hak restitusi anak korban tindak pidana membutuhkan upaya sinergi dan advokasi dalam rangka membangun sistem perlindungan anak yang optimal. Serta proses penanganan dan pemulihan rehabilitasi anak korban tindak pidana membutuhkan kualitas layanan dan revitalisasi pada peran-peran penyelenggaraan perlindungan anak guna mendukung anak kembali pulih pada kondisi normal dan berfungsi secara sosial.

Maka implementasi pemenuhan hak restitusi membutuhkan dukungan dari berbagai pihak terutama permohonan wali, orang tua anak korban dan penyelenggara perlindungan anak yang mendampingi untuk memastikan pemenuhan hak restitusi anak korban tindak pidana.

“Hak restitusi terhadap korban menjadi hal wajib yang perlu ditindaklanjuti sesuai dengan undang-undang yang berlaku,” ucap Noor Sidharta selaku Sekretaris Jenderal LPSK.

Mengenai pemenuhan hak restitusi, sering kali menghadapi berbagai kendala, seperti proses permohonan yang tersendat dari anak, keluarga dan pendamping hingga rendahnya permohonan restitusi dalam laporan formal di tingkat aparat penegak hukum. Serta pemenuhan hak restitusi banyak yang belum terealiasi dengan baik, maka kesadaran masyarakat penting untuk melapor terhadap pihak yang diberikan mandate dalam menerima laporan kekesan seksual.

“Hak restitusi merupakan kewajiban pelaku, maka para pihak yang ada pada perjanjian ini dapat mengawal terealisasinya pemenuhan hak restitusi,” tutup Nahar selaku Deputi Perlindungan Anak KPPPA. (Rv/Ed:Kn)

 

Exit mobile version