KPAI Minta Bawaslu Tegas

JAKARTA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menindak tegas pasangan calon yang diketahui melibatkan anak dalam kampanye pilkada 2017. “Pelibatan anak dalam kontestasi politik dianggap sebagai bentuk pelanggaran pidana,” kata Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh, Senin (13/12).

Pelarangan pelibatan anak itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2012 tentang Perlindungan Anak. Pasal 15 huruf a undang-undang tersebut menyatakan, setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan kegiatan politik.

Sedangkan, Pasal 87 menyebutkan, setiap orang yang secara melawan hukum merekrut atau memperalat anak untuk penyalahgunaan dalam kegiatan politik dipidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp 100 juta.

Asrorun menjelaskan, dalam perundang-undangan sudah tertulis jelas tentang hak anak sehingga peserta Pilkada 2017 dilarang keras untuk mengikutsertakan anak-anak dalam kegiatan tersebut.

“Undang-undang menyebutkan, setiap kandidat atau siapa pun yang menjadi pemimpin yang dikemas dalam pengusungan partai dilarang untuk melibatkan anak di bawah 17 tahun yang belum mempunyai hak pilih,” katanya.

Untuk itu, Bawaslu di tingkat provinsi, kota, dan kabupaten tidak perlu takut bila ingin mengambil keputusan sehingga mereka harus mengambil tindakan tegas dalam menuntaskan pekerjaannya.

Larangan pelibatan itu, katanya, berlaku untuk semua kegiatan politik yang mengacu pada pemenangan salah satu pasangan calon.

Batasan yang telah tertuang dalam undang-undang itu, di antaranya, mengikutsertakan anak-anak, baik kampanye tertutup maupun terbuka. Aksi kandidat yang kerap menggendong anak saat blusukan itu pun dilarang. Hal itu, katanya, karena aksi tersebut tergolong pemanfaatan anak agar untuk meraih simpati dari masyarakat.

Anak-anak harus diutamakan keselamatan serta haknya. Ia mengatakan, larangan tersebut sudah tertera secara jelas dalam undang-undang serta diturunkan pula dalam peraturan KPU.

Akan tetapi, katanya, masih banyak calon pasangan yang menggunakan anak-anak sebagai penarik simpati. Bila anak-anak diikutsertakan dalam pesta politik demokrasi lima tahun sekali, katanya, hal itu akan memengaruhi psikis anak.

“Banyak kasus yang menimpa anak-anak saat ikut serta dalam kampanye pemilihan kepala daerah, semisalnya perkelahian antarkelompok massa dan perilaku yang tidak harus dicontoh oleh anak-anak,” katanya.

Untuk itu, KPU dan Bawaslu harus senantiasa melakukan penanganan bila calon pasangan yang terdaftar tidak mematuhi peraturan. “Mereka harus ditindak sesuai aturan yang berlaku,” katanya.

Sebelumnya, Koordinator Divisi Hukum dan Penindakan Bawaslu DKI M Jufri menjelaskan, di dalam undang-undang tidak ada penjelasan secara konkret terkait keikutsertaan anak-anak dalam kampanye. “Di dalam UU itu hanya yang boleh berkampanye adalah warga negara yang berumur 17 tahun ke atas atau sudah menikah. Intinya, yang boleh ikut berkampanye yang punya hak pilih. Kalau dia tidak punya hak pilih, untuk apa ikut kampanye?” kata Jufri.

Jufri melanjutkan, bila ada anak-anak yang turut menyanyikan yel-yel maka harus dilihat dulu siapa yang mengajak anak-anak tersebut. “Dilihat juga bagaimana keterlibatan dia ikut berkampanye (mengajak anak-anak itu—Red). Karena itu diatur dalam UU Perlindungan Anak, jadi (di) UU Pilkada itu tidak ada. Itu terkait dengan keterlibatan anak kecil berkampanye, itu tidak boleh.”

“Kami Bawaslu akan melakukan kajian. Dan apabila anak-anak itu dilibatkan dalam kampanye maka Bawaslu akan merekomendasikan kepada KPI untuk memberikan sanksi untuk orang yang mengajak anak itu,” jelas Jufri.

Exit mobile version