KPAI Minta Eksploitasi Anak oleh Pejabat Ditindak Tegas

KOMISI Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta tindakan tegas terhadap dua kasus eksploitasi seksual anak oleh pejabat negara. Kasus itu menyangkut Wakil Bupati Buton Utara, Sulawesi Tenggara, dan Kepala BMKG Alor, NTT. Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka.
Menurut Komisioner KPAI Bidang Trafficking dan Eksploitas Ai Maryati Solihah, pada 2019 dan 2020, KPAI menerima laporan mengenai tindak pidana pada anak yang diduga dilakukan oknum pejabat negara. Saat ini, proses hukumnya sedang bergulir. Kasus ini menyeret sejumlah anak perempuan usia belasan tahun yang mendapatkan perlakuan eksploitasi seksual hingga dugaan tindak pidana perdagangan orang.

“Dalam catatan KPAI, pertama kasus seorang ABG yang dijual muncikari kepada seseorang yang kini menjabat wakil bupati. KPAI mendesak Kemendagri untuk segera memberikan izin pemeriksaan kepada yang bersangkutan dan kasus tersebut sudah siap disidangkan dengan pasal persetubuhan,” jelas Ai dalam keterangan resmi yang diterima Media Indonesia, Rabu (26/8). Menurutnya, KPAI sudah melakukan rujukan kepada Bareskrim Polri dan LPSK untuk mengungkap kasus ini bukan hanya menggunakan UU No 35/2014 tentang Perlindungan Anak, melainkan juga UU No 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

KPAI juga mendorong P2Tp2A Provinsi memberikan perlindungan, meliputi rehabilitasi dan pemulihan fisik serta psikologis, keamanan dan pendidikan. Pasalnya, korban masih tercatat sebagai pelajar. “Kasus kedua tentang laporan mengenai Kepala BMKG Alor NTT yang kini sudah menjadi tersangka persetubuhan dengan 3 anak di bawah umur. KPAI mengapresiasi Polres Alor sudah menetapkannya sebagai tersangka dan mendorong proses hukum lebih lanjut menggunakan pasal tindak pidana perdagangan orang,” jelas Ai. Merespon hal tersebut, KPAI telah melaksanakan koordinasi dengan pelaksana harian Gugus tugas TPPO, KPPPA. Hal ini untuk memastikan perlindungan pada anak dan keluarga yang sudah melaporkan tindakan bejat pejabat tersebut. Untuk itu, KPAI sudah melayangkan surat permohonan perlindungan kepada LPSK terkait anak dan keluarga yang rentan mengalami intervensi dari pelaku yang jumlahnya lebih dari satu. Hal ini mengingat sudah ada penetapan tersangka lainnya. “Dalam kasus ini, patut menjadi keprihatinan bahwa lokus peristiwa di rumah dinas BMKG Alor yang merupakan aset negara,” kata Ai. Dalam hal ini, KPAI merekomendasikan beberapa hal. Pertama, korban harus segera diberikan perlindungan rehabilitasi dan pemulihan, pendampingan hukum dan hak restitusi.

Untuk itu KPAI telah berkoordinasi pada dua lokus peristiwa, dengan P2TP2A Sultra dan NTT, sekaligus LPSK yang memiliki kewenangan melindungi saksi dan korban serta pelaksanaan restitusi bagi korban. Kedua, KPAI mendorong kepolisian Bareskrim Polri, Polda Sultra dan NTT melihat dengan seksama atas peristiwa pidana yang terjadi. KPAI berharap tuntutan yang dikeluarkan oleh kepolisian berdampak secara signifikan pada penegakan hukum dan pemenuhan keadilan korban.

“Termasuk dapat berimplikasi pada penerapan hukum secara tepat di Kejaksaan dan Pengadilan, sebab peristiwa ini sudah merampas masa depan anak serta mencoreng nama baik lembaga negara,” katanya. Ketiga, KPAI menyerukan pada pelaksana gugus tugas TPPO seluruh Indonesia, terutama aparat penegak hukum, untuk menindak secara tegas para pelaku tindak pidana kepada anak serta membangun kesatuan persepsi mengenai perlindungan anak dari tindak pidana. Hal ini bertujuan agar hukum menjadi tajam dan runcing pada siapa pun pelaku kejahatan pada anak, tanpa terkecuali mereka yang sedang menjadi pejabat negara. Keempat, KPAI mengajak orangtua dan masyarakat untuk senantiasa mengasuh dan mengawasi anak dengan baik dan penuh kasih sayang. Dengan itu, masalah perlindungan khusus anak yang kerap dialami anak yang luput dari pengasuhan dan perhatian orangtua, serta tidak adanya tindakan preventif di masyarakat dapat disudahi. “Anak merupakan anugerah yang harus kita jaga melalui pengasuhan positif dari orangtua dan perlakuan perlindungan anak di masyarakat,” jelas Ai. Hingga Juni 2020, angka pengaduan anak korban trafficking dan eksploitasi sudah merangkak 63 kasus di KPAI. Untuk itu, kata Ai, diperlukan langkah kerja sama dan pengawasan serta pelaporan dari masyarakat. “Agar setiap kasus dapat ditangani dan kita semua mampu mencegah sebelum terjadi pada anak-anak kita lainnya,” pungkasnya. (OL-1)

Sumber : https://mediaindonesia.com/

Exit mobile version