Jakarta, 23 Juli 2025 – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan keprihatinan mendalam atas kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang melibatkan enam bayi di wilayah Jawa Barat. Kasus ini mencuat setelah laporan dari orang tua salah satu korban yang menduga anaknya diculik untuk dijual ke luar negeri tepatnya ke Singapura.
KPAI menegaskan bahwa praktik adopsi ilegal yang menjadi modus perdagangan anak harus dihentikan. Negara melalui aparat penegak hukum, kementerian, dan lembaga terkait wajib memastikan bahwa anak-anak dilindungi dari segala bentuk eksploitasi termasuk yang disamarkan melalui proses adopsi.
“KPAI akan terus memantau perkembangan kasus ini dan memastikan bahwa setiap anak korban mendapatkan perlindungan maksimal, termasuk upaya pemulangan jika mereka telah berada di luar negeri. Kita tidak boleh mentolerir kejahatan terhadap anak dalam bentuk apa pun,” tegas Ketua KPAI.
Langkah Koordinatif: Sinergi untuk Penanganan TPPO Bayi
Sebagai lembaga negara independen yang memiliki mandat Perlindungan Anak termasuk kasus TPPO, KPAI segera merespons melalui rapat koordinasi daring lintas sektor pada Rabu, 23 Juli 2025. Pertemuan ini melibatkan Polda Jawa Barat, Polda Kalimantan Barat, Polresta Pontianak, Kementerian Sosial, Kementerian Luar Negeri, KPAD Kota Pontianak dan instansi lainnya.
Koordinasi ini menghasilkan tujuh langkah konkret sebagai bentuk penanganan bersama:
- Polda Jawa Barat melanjutkan penyelidikan dengan menggandeng Polda Kalimantan Barat untuk mengidentifikasi kemungkinan pelaku dan korban lain;
- Polda Kalimantan Barat dan Polresta Pontianak akan mendukung teknis penyelidikan jika dibutuhkan di wilayahnya.
- Polda Jawa Barat akan menyampaikan informasi lengkap kepada Kementerian Luar Negeri terkait identitas anak, dokumen paspor dan dokumen adopsi guna memfasilitasi penelusuran jaringan dan posisi bayi penjual di Singapura;
- Polda Jawa Barat dapat kembali mengajukan permintaan resmi ke pihak Imigrasi terkait data Warga Negara Indonesia yang keluar masuk Singapura;
- Koordinasi lebih intensif dengan Interpol akan dilakukan oleh Polda Jawa Barat dan Direktorat PPA-PPO Polri untuk mempercepat proses hukum.
- Kementerian Sosial melanjutkan edukasi prosedur adopsi legal sesuai Permensos 110/HUK/2009, serta memastikan rehabilitasi anak korban dan pelacakan keberadaan orang tua kandung
- KPAI Pusat dan KPAD Kota Pontianak KPAI akan terus melakukan pengawasan, baik luring (jika diperlukan) maupun daring, untuk memastikan anak-anak memperoleh hak perlindungan secara utuh.
Landasan Hukum dan Seruan Tegas
TPPO pada anak merupakan pelanggaran berat dan telah diatur dalam berbagai peraturan, antara lain:
- Pasal 76F Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak: yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan anak.
- Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO: menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan pengangkatan anak dengan menjanjikan sesuatu atau memberikan sesuatu dengan maksud untuk dieksploitasi dan setiap orang yang melakukan pengiriman anak ke dalam atau ke luar negeri dengan cara apa pun yang mengakibatkan anak tersebut tereksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Adopsi yang sah harus memenuhi prosedur ketat sebagaimana diatur dalam PERMENSOS 110/HUK/ 2009, bukan melalui praktik jual-beli yang mengarah pada eksploitasi anak. (Ed:Kn)
Media Kontak Humas KPAI,
Email : humas@kpai.go.id
WA. 0811 1002 7727