KPAI Minta Kepolisian Bogkar Transaksi Video Porno Anak Pesanan WNA di FB

BANDUNG – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) minta aparat kepolisian untuk melakukan pendalaman ITE atau digital forensic untuk mengetahui tujuan pembuatan video porno anak jalanan dan perempuan dewasa di Bandung sebagai pesanan Warga Negara Asing (WNA). KPAI meminta kepolisian membongkar transaksi antara pemesan video dengan penerima pesanan yang dilakukan via Facebook (FB) selama ini.

Tidak hanya itu, KPAI juga harap adanya pemberatan hukuman kepada pelaku kejahatan eksploitasi seksual dan ekonomi yang dilakukan tersangka, Susanti (40) orang tua DN dan Herni (41) orang tua RD, FA, CC, IN dan IM sebagaimana di atur dalam Undang-undang (UU) 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yakni ancaman penjara 15 tahun.

“KPAI meminta kepada Pemerintah agar memberikan pengawasan terhadap anggota masyarakat yang rentan miskin dan merupakan penyandang masalah kesejahteraan sosial. Karena dari keluarga tersebut mengabaikan pemenuhan hak anak. Ini bertujuan untuk membongkar sindikat pedofil internasional yang memangsa anak-anak jalanan yang lemah secara ekonomi,” kata Komisioner Bidang Sosial dan Anak Dalam Situasi Darurat KPAI, Susianah Affandy melalui keterangan tertulis pada NNC, Jumat (12/1/2018).

KPAI juga meminta pihak Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) untuk memberikan layanan secara terpadu kepada ketiga korban, yakni RD (9 tahun), DN (9 tahun) dan SP (11 tahun). Layanan terpadu yang dimaksud adalah mencakup pemenuhan semua kebutuhan dasar anak antara lain trauma healing, kesehatan (jasmani dan mental), sandang dan pangan serta kebutuhan rasa nyaman (spiritual).

“Untuk itu KPAI meminta kepada Pemerintah Propinsi Jawa Barat dalam hal ini P2TP2A agar berkoordinasi lintas sektor terkait pemenuhan hak dasar anak tersebut. KPAI juga meminta agar setelah proses trauma healingnya selesai untuk membuka akses anak kepada proses assessment yang dilakukan oleh Sakti Peksos (Satuan Bakti Pekerja Sosial) Dinas Sosial dan pihak-pihak terkait lainnya dalam upaya pemenuhan hak anak. Saat pengawasan dilakukan, pihak P2TP2A tidak memberikan akses kepada pihak-pihak terkait untuk bertemu dengan anak termasuk dalam hal ini KPAI dan Dinas Sosial (hanya diijinkan melihat dari jarak 10 meter dari ruang berkaca),” jelas Susianah.

KPAI meminta pemerintah pula untuk memperhatikan kecakapan keluarga dalam pengasuhan anak dan memastikan anak terlindungi dan terpenuhi hak-haknya. Pemerintah juga harus dapat menjamin kesejahteraan keluarga sehingga memiliki kecakapan dalam memberikan perlindungan kepada anak-anaknya.

“KPAI meminta kepada masyarakat luas agar melakukan pengkondisian tiga anak ini tidak menjadi korban perundungan di keluarga, lembaga pendidikan dan lingkungan sekitarnya. Korban yang dirundung akan melahirkan trauma mendalam dan di masa dewasa mereka sangat rentan menjadi pelaku,” tukas Susianah.

Exit mobile version