KPAI Minta Kewaspadaan Orangtua Terhadap Beredarnya Pil PCC yang Sudah Makan Korban

Pesan berantai terkait obat PCC berbentuk permen yang bisa dikonsumsi anak-anak, mengkhawatirkan kalangan orang tua.

Beberapa laporan korban setelah meminum obat ini viral di media sosial. Sejak sepekan lalu, publik di Aceh juga menerima pesan obat PCC yang bisa membuat anak halusinasi dan teler.

Laporan korban meninggal efek obat ini terjadi di Kendari. Reski (20), warga Jalan Bunga Palem, Kelurahan Watu-Watu, Kecamatan Kendari Barat, ditemukan tewas di Teluk Kendari, Kamis (14/9/2017).

Pemerintah Kendari menetapkan Kejadian Lur Biasa (KLB) atas tragedi yang menimpa 64 korban diduga penyalahgunaan obat dan satu orang meninggal usia pelajar SD.

Berdasarkan data informasi sementara didapatkan rata-rata usia remaja sekolah SD, SMP, SMA dan orang dewasa.

Dilansir dari Kompas.com , Seorang anak yang bernama Reski asal Kendari menjadi korban meninggal akibat efek obat ini , Reski ditemukan telah tewas di Teluk Kendari, kamis (14/9/2017)

Awalnya, korban bersama adiknya Reza meminum obat jenis PCC (Paracetamol Caffein Carisoprodol) beberapa butir, sehingga menyebabkan Reski kepanasan, kemudian melompat ke laut sekitar Teluk Kendari tak jauh dari rumahnya pada Rabu (13/9/2017) dan tenggelam.

Ayah korban, Rauf mengatakan, kedua anaknya pulang ke rumah dalam keadaan mabuk dan beberapa kali melompat ke selokan yang ada di depan rumahnya.

Sebelumnya, seorang anak yang baru kelas 6 SD meninggal setelah mengkonsumsi obat jenis golongan G ini. Korban sempat dirawat di rumah sakit Bhayangkara Kendari, namun pada pada Selasa (12/9/2017) korban dinyatakan meninggal.

Jasra Putra, Komisioner KPAI Bidang Hak Sipil dan Partisipasi AnakTerkait (KPAI) menyatakan sebagai berikut:

1.  Prihatin dan sangat menyesalkan kejadian konsumsi penyalah gunaan obat  ini yang menjadi korban rata-rata usia anak. Data KPAI mencatat jumlahnya ini cukup banyak dan bersifat massal bagi korban anak.

2.  Meminta  pihak Rumah Sakit  untuk melakukan penangan korban dengan sebaik-baiknya sehingga hak-hak kesehatan korban anak tidak ada yang terabaikan.

3.  Meminta media masa untuk tidak mengupload wajah korban baik dalam bentuk foto atau video yang bisa memperburuk situasi perkembangan anak dimasa datang.

4.  Meminta BNN, Kepolisian, BPOM dan Kemenkes untuk melakukan penyelidikan terhadap peredaran obat ini termasuk melakukan penegakan hukum semaksimal mungkin. Sehingga tidak ada lagi kejadian yang luar biasa ini.

5.  Meminta kepolisian untuk melakukan  penyelidikan, diduga pelaku yang sudah ditangkap ST (usia 39 tahun) seorang ibu rumah tangga penjual obat PCC (Paracetamol, carisoprodol, caffeine untuk  menerapkan UU 35 Tahun 2014 Pasal 76J ayat 2) setiap orang dilarang dengan sengaja menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan Anak dalam penyalahgunaan, serta produksi dan distribusi alkohol dan zat adiktif lainnya.

Dan memberlakukan sanksi pidana sesuai dalam pasal 89 yang berbunyi, Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76J ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

6.  Meminta Pemerintah, orang tua dan masyarakat untuk melakukan pengawasan dan memastikan anak tidak menjadi korban serupa termasuk melakukan kerjasama pencegahan dini dengan cara memperhatikan makanan yang dikonsumsi oleh anak.Karena kejadian ini terjadi di lokasi yang tidak terlalu jauh dari diantara para korban.

Apa Itu Pil PCC? Ini Penjelasan BNN

Dilansir dari Warta Kota   , Deputi Pemberantasan BNN Inspektur Jenderal Arman Depari menerangkan, pil PCC biasa dikonsumsi untuk penghilang rasa sakit.

“Dan juga sebagian di antaranya digunakan untuk obat sakit jantung,” ujar Arman di Kantor BNN, Cawang, Jakarta Timur, Kamis (14/9/2017).

PCC tidak bebas diperjualbelikan, harus dengan izin dan resep dokter.

Menjadi masalah ketika dijual secara bebas di Kendari, hingga membuat 53 murid kejang-kejang, dan satu orang meninggal dunia.

“Tapi ternyata ini beredar secara bebas, bahkan dijual kepada anak-anak sekolah dengan harga 20 butir Rp 25 ribu,” kata Arman.

Arman menerangkan, pil PCC bukanlah salah satu jenis narkotika dan obat-obatan.

BNN membantah bahwa PCC termasuk dalam narkoba jenis Flakka.

“Flakka sendiri itu sangat berbeda dengan kandungan zat atau obat-obat yang dikonsumsi, yang terkandung di dalam obat atau pil PCC yang digunakan oleh anak sekolah di Kendari,” papar Arman.

PCC, jika dikonsumsi secara berlebihan, dapat membuat orang kejang-kejang, mual-mual, dan seluruh badan terasa sakit.

Namun, pengonsumsian PCC sendiri untuk menghilangkan rasa sakit, dan sebagai obat jantung.

“Nah, kalau dilihat dari kegunaannya, bisa kita simpulkan bahwa ini adalah obat keras. Obat yang tidak boleh bebas beredar,” cetus Arman.

Exit mobile version