JAKARTA – Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto menilai, upaya membangkitkan jiwa kepahlawanan anak-anak Indonesia di era modern lebih sulit ketimbang saat Indonesia masih dijajah.
Dahulu, tantangannya adalah mengusir penjajah. Anak-anak di zaman itu punya motivasi penuh untuk mengenyahkan penindasan. Jiwa-jiwa kepahlawanan muncul.
Sementara saat ini yang dilawan justru perkembangan atas modernisasi.
“Gaya hidup konsumerisme, budaya materialisme, budaya serba instan,” kata Susanto melalui keterangan tertulis, Kamis (10/11/2016).
Anak-anak juga harus menghadapi atau melihat kejahatan melalui dunia maya dan kejahatan yang terjadi secara langsung. Hal itu, menurut Susanto, menggerus alam pikiran anak-anak.
Sehingga, berpotensi memunculkan kepribadian yang dianggap ekstrimisme, fundamentalisme, dan radikalisme.
“Yang berpotensi ‘mengoyak’ kepribadian anak dan generasi,” kata dia.
Menurut Susanto, Hari Pahlawan sedianya menjadi momentum untuk memberikan contoh kepada anak-anak tentang jiwa kepahlawanan.
Anak-anak sedianya kembali diakrabkan dengan nilai-nilai dari jiwa kesatriaan, patriotisme, kejujuran, upaya memperjuangkan kebenaran, toleransi, serta sikap pantang menyerah.
“Tanpa mengenal lelah untuk tujuan positif merupakan nilai yang harus ditumbuhkan kepada anak Indonesia sejak usia dini,” kata dia.