KPAI : Orang Tua…Jangan Paksa Anak Merekonstruksi Cerita dari Kejadian Menyakitkan

Maria Ulfah Anshor, komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada pelatihan Peliputan Khusus Anak, Kamis (4/6) lalu, menyebut sering media mengeksplorasi pemberitaan anak pada isunya; pelaku dan korban. Harusnya, mengulas bagaimana peristiwa itu bisa terjadi.

BANYAK wartawan yang kurang peka saat bertanya kepada anak yang menjadi korban kekerasan atau saksi. Misalnya seperti ini: bagaimana perasaan Anda saat peristiwa itu terjadi? Mempertanyakan peristiwa yang dialami si anak, sama saja dengan meminta anak membayangkan kembali tragedi yang menimpa dirinya. Anak dipaksa merekonstruksi kejadian yang menyakitkan.

Padahal yang lebih konstruktif, kata Maria, media justru harus mengulas bagaimana peristiwa tersebut bisa terjadi. “Setiap peristiwa itu harus dilihat secara sistemik, bukan per kasus,” katanya.

Ia menegaskan, dalam peristiwa kekerasan terhadap anak, harus mendudukkan anak sebagai korban, bukan pelaku. Seperti halnya yang diutarakan Stanley dalam kasus kecelakaan si Dul, anak musisi tersohor Ahmad Dhani. Meski menimbulkan korban hingga meninggal dunia, si Dul tetap dilihat sebagai seorang korban, bukan pelaku. “Dia adalah korban dari orangtuanya yang pisah,” ujarnya.

Menurut Maria Ulfa, dari catatan KPAI, selama setahun terdapat 3.500 kasus kekerasan yang melibatkan anak. Dan dalam penyelesaian kekerasan terhadap anak tidak boleh ada tawar menawar karena itu merupakan pelanggaran HAM. “Jadi tidak boleh penyelesaian kasus itu dengan kompromi,” sebutnya.
Pada acara yang dipandu Jimmy Silalahi itu, Stanley Adi Prasetyo, Komisi Hukum Dewan Pers juga berbagi cerita. Ia menyebut, ada empat prinsip
pemberitaan dari perspektif perlindungan anak. Pertama, tak ada kejahatan anak yang ada ialah kenakalan. Kedua, pelaku kejahatan anak pada dasarnya adalah juga seorang korban. Ketiga, anak memiliki hak bukan kewajiban, dan keempat, setiap penegakan hukum harus berorientasi pada apa yang terbaik untuk anak.

Lalu apa yang disebut dengan anak? Dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ) pasal 5, anak adalah yang belum berusia 16 tahun dan belum kawin. Sementara menurut UU Perlindungan Anak, yakni yang belum mencapai 18 tahun. Sedangkan UU untuk melindungi anak tercantum pada UU 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Hal-hal yang perlu dicermati lagi dalam peliputan, kata Stanley, anak tidak boleh diwawancarai mengenai hal di luar kapasitas mereka, keamanan. dan masa depan anak serta remaja yang menjadi narasumber harus dipertimbangkan

Exit mobile version