KPAI : Pasca Tragedi, Anak Korban Terorisme Dipastikan dapat Orangtua Asuh yang Tak Radikal

Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak Indonesia, mendesak kepada pemerintah agar dalam menangani korban anak dalam kasus terorisme harus dilakukan secara komprehensif. Proses rehabilitasi yang akan dilakukan haruslah tuntas, baik secara sosial, psikologi dan pendekatan agama.

“Itu penting agar anak kembali memiliki pemahaman yg tepat, sesuai ajaran agama. Kasus teroris bukan ajaran agama, tapi ajaran yang melanggar agama,” kata susanto Ketua KPAI saat di Markas Polda Jawa Timur, 16 mei 2018.

Kata dia, ketika proses ini semua sudah dilakukan, maka saat anak itu akan kembali ke masyarakat, harus mendapatkan pengasuhan dari keluarga yang dipastikan tidak memiliki pemahamanan yang radikal. Jangan sampai anak korban terorisme ini diasuh oleh orang yang mengajarkan kekerasan lagi.

Dalam kasus anak korban terorisme di Surabaya, berdasarkan catatan Lembaga Perlindungan Saksi dan korban (LPSK) ada tujuh orang anak yang menjadi korban tindakan terorisme. Rinciannya, tiga anak merupakan anak terduga di Rusunawa, Wonocolo Sidoarjo, satu anak dilibatkan saat ada penyerangan di Mapolrestabes Surabaya dan ada tiga anak yang diselamatkan dalam kejadian penembakan di Manukan.

KPAI LPSK bersama dengan Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial Jawa Timur bersepakat untuk membentuk tim yang menangani kasus anak korban tindak terorisme ini. Dalam kesempatan tersebut LPSK juga mengimbau kepada warga untuk tidak menyebarkan video anak baik korban saksi dan pelaku. Karena tindakan ini merupakan pelanggaran hukum.

“Berdasarkan asesment para anak ini juga membutuhkan safe house,” kata Hasto Atmojo anggota LPSK.

Exit mobile version