KPAI Pastikan Pendampingan Medis dan Psikologis bagi Anak Korban Ledakan di SMA Negeri 72 Jakarta

Foto: Humas KPAI, 2025

Jakarta–  Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan keprihatinan mendalam atas peristiwa ledakan di SMA Negeri 72 Jakarta, yang menyebabkan puluhan siswa dan guru mengalami luka. KPAI memastikan seluruh anak korban mendapatkan penanganan medis dan psikologis secara menyeluruh, serta menegaskan bahwa proses hukum yang berjalan harus tetap berpihak pada prinsip perlindungan anak.

Ketua KPAI Margareth Aliyatul Maimunah menyampaikan bahwa KPAI telah melakukan kunjungan ke sejumlah lokasi pada Senin, (10/11) terkait penanganan korban, antara lain sekolah, RS Pertamina Jaya, RS YARSI, dan RSI Cempaka Putih. Kunjungan dilakukan bersama Anggota KPAI Aris Adi Laksono dan Kawiyan, untuk memantau perkembangan kondisi anak-anak serta memastikan layanan bagi korban berjalan sesuai kebutuhan mereka.

“Kami berkoordinasi dengan Kepolisian, tenaga medis, Dinas Pendidikan, DP3APP, serta psikolog agar proses penanganan berjalan cepat, adil, dan berperspektif anak,” ujar Margareth.

Dari hasil pemantauan, KPAI mencatat bahwa sebagian besar anak mengalami gangguan pendengaran akibat ledakan, sementara kondisi fisik lainnya relatif aman. Beberapa anak masih membutuhkan perawatan intensif. Hingga saat ini, RS Pertamina Jaya merawat satu pasien anak, sementara RS YARSI mencatat peningkatan jumlah pasien menjadi 17 anak.

Margareth menegaskan bahwa penanganan pascakejadian tidak hanya berfokus pada pemulihan fisik, tetapi juga pada pemulihan psikologis seluruh pihak yang terdampak.

“KPAI memastikan layanan trauma healing diberikan bagi anak-anak yang mengalami luka fisik, tetapi juga bagi siswa lain, guru, dan keluarga. Semua berhak mendapatkan pendampingan agar dapat pulih dan kembali belajar dengan aman,” jelasnya.

Selain memastikan layanan bagi korban, KPAI juga mendorong koordinasi lintas lembaga untuk menyiapkan mekanisme pembelajaran pascakejadian serta menjamin agar sekolah dapat kembali berfungsi sebagai lingkungan yang aman, inklusif, dan ramah anak.

“Kami percaya setiap anak berhak atas rasa aman, serta berada dalam lingkungan pendidikan yang bebas dari kekerasan. Sekolah harus menjadi ruang tumbuh yang damai, tempat anak-anak belajar dan bermimpi tanpa rasa takut,” tegas Margareth.

KPAI menegaskan akan terus melakukan pengawasan terhadap seluruh proses penanganan, baik medis, psikologis, maupun hukum dengan mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak.

“Pendampingan psikologis juga harus diberikan kepada anak terduga pelaku, karena mereka pun masih berstatus anak. Prinsip perlindungan anak tetap menjadi pijakan dalam seluruh proses hukum,” tambah Margareth.

Sebagai lembaga negara yang memiliki mandat pengawasan pelaksanaan perlindungan anak, KPAI akan terus bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memperkuat sistem keamanan dan pencegahan kekerasan di satuan pendidikan. “KPAI hadir, bekerja, dan terus berkomitmen melindungi anak Indonesia,” pungkasnya. (Ed:Kn)

Exit mobile version