KPAI PASTIKAN UU SPPA TERINTEGRASI DENGAN HUKUM JINAYAT PADA QANUN DI NAD 

Dok: Humas KPAI

Banda Aceh, – Pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) di Provinsi Aceh memiliki kekhususan, yakni menggunakan qanun jinayat untuk mengatur pelanggaran pidananya. Keistimewaan sistem hukum ini diharapkan tetap mengedepankan kepentingan terbaik anak dan pemenuhan hak-hak anak.

Provinsi Aceh terdiri dari 23 kabupaten/kota dan telah memiliki 5 Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) atau Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) untuk memberikan respon cepat terhadap kasus kekerasaan pada anak. UPTD Provinsi Aceh sendiri menangani kasus rujukan dari kab/kota serta menjangkau beberapa kecamatan yang dekat dengan lokasi. Saat ini, UPTD provinsi memiliki dukungan psikolog di 6 Kabupaten yakni Banda Aceh, Takengon, Bireun, Melabo, Langsa, dan Aceh Tengah.

KPAI melakukan pemantauan implementasi pelaksanaan SPPA di beberapa lokasi, salah satunya di Provinsi Aceh. Pemantauan dilakukan melalui kunjungan langsung ke dinas/lembaga, pertemuan dengan anak, dan diskusi kelompok terbatas pada tanggal 4 sampai 5 Oktober 2023. Secara khusus, KPAI berdialog dan bermain dengan 47 anak di LPKA Aceh. Sebagian besar dari mereka melanggar aturan yang ada di qanun Jinayat dan mendapatkan vonis pidana yang bervariasi.

Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat dalam Pasal 66 bab VI disebutkan Apabila anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun melakukan atau diduga melakukan Jarimah, maka terhadap Anak tersebut dilakukan pemeriksaan berpedoman kepada peraturan perundang-undangan mengenai peradilan pidana anak. Jarimah adalah perbuatan yang dilarang oleh Syariat Islam yang dalam Qanun ini diancam dengan ‘Uqubat Hudud dan/atau Ta’zir. Sementara itu, dalam menangani semua kasus yang masuk ke Mahkamah Syariah (MS) termasuk jinayat dan saat ini MS telah memiliki 6 Hakim dan 1 Panitera bersertifikat SPPA.

“Dahulu semua kasus dihukum cambuk tetapi setelah ada rapat eksternal dari berbagai unsur di mahkamah syar’iyah, khusus pemerkosaan tidak boleh cambuk dan harus dikurung badan agar tidak mengulangi. Karena didalam hukum materiil ada pilihan kalau tidak di cambuk, dia dihukum denda, atau dihukum kurung badan,” tutur Hadifadhillah Rusli Kasubag Umum dan Keuangan Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh pada, Rabu (04/10/2023). 

Setiap persidangan anak di MS selalu menghadirkan petugas kemasyarakatan dari Bapas setempat, selain pengacara anak kemudian juga prosedur persidangannya mengikuti ketentuan di UU SPPA. Penanganan anak berhadapan hukum dilakukan oleh UPTD PPA Prov Aceh khusus untuk korban dan saksi, sedangkan untuk anak berkonflik hukum oleh Dinas Sosial provinsi Aceh saat ini berjumlah 11 anak. 

Sementara itu, menurut Dian Sasmita Anggota KPAI yang hadir dalam pemantauan tersebut menegaskan bahwa setiap anak yang berhadapan hukum harus dipastikan mendapatkan hak-haknya, tidak hanya selama proses hukum berjalan, namun juga rehabilitasi dan reintegrasinya. Rehabilitasi yang komprehensif berkontribusi pada pencegahan keberlanjutan kekerasaan di kemudian hari. Sehingga pemerintah daerah perlu secara aktif melakukan pemenuhan hak-hak anak tersebut, tutup Dian Sasmita.

Media Kontak : Humas KPAI Email : humas@kpai.go.id WA. 081380890405

Exit mobile version