KPAI: Pemerintah Lalai

JAKARTA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai pemerintah lalai, karena membiarkan anak mengakses situs porno. Anak yang semula mengakses situs pembelajaran atau situs pengetahuan, tiba – tiba saja situs pornografi muncul.

“Ini terjadi. Ini hasil survey,” jelas Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI),  Asrorun Ni’am Sholeh, saat dihubungi, Rabu (5/3). Data yang diperolehnya dari Yayasan Kita dan Buah Hati 2013 lalu menyatakan 75 persen anak di Jakarta mengakses situs porno.

Kemudian, ketika ditanya apa alasannya mengakses situs porno, mereka menjawab tidak sengaja. Jadi, jelas Asrorun Ni’am, saat mereka mengakses situs tertentu, tiba – tiba muncullah situs porno. “Kemunculan situs porno tidak diharapkan,” imbuhnya.

Dia menyatakan akses terhadap kemajuan teknologi saat ini adalah keniscayaan. Anak – anak perlu mengakses itu agar dapat menambah pengetahuan dengan cepat. Namun sayangnya, pemerintah tidak menjadikan internet aman bagi anak – anak. Niat mereka untuk belajar terganggu dengan kemunculan situs yang menampilkan gambar adegan seks dan erotisisme.

KPAI sangat konsen terhadap isu ini. Lembaga tersebut memiliki bagian khusus yang menangani pornografi. Hal ini dilakukan mengingat banyaknya anak – anak yang menjadi korban dan pelaku kekerasan seksual. Kebanyakan dari anak yang menjadi pelaku kekerasan seksual, mengaku terinspirasi tayangan atau gambar yang disajikan situs porno. “Karena itu kami menilai hal ini sangat serius,” imbuhnya.

Anak sebagai pelaku kekerasan seksual menurutnya adalah terbanyak kedua. Yang pertama adalah anak sebagai pelaku pencurian. Asrorun menyatakan banyaknya anak yang menjadi pelaku kekerasan seksual menunjukkan betapa mudahnya mereka mengakses situs porno. Pihaknya berharap regulator atau pemerintah menciptakan terobosan kongkrit yang membuat anak – anak tidak lagi mengakses situs porno.

Pihaknya terus melakukan tindakan pencegahan. Upaya yang dilakukan KPAI antara lain adalah melakukan diskusi – diskusi terkait dengan ancaman pornografi bagi anak – anak. Hal ini dilakukan dengan melibatkan pihak masyarakat. Diskusi dilakukan di banyak tempat di Indonesia.

Exit mobile version