KPAI: Pendidikan Karakter Anak Harus Dievaluasi

JAKARTA – Dunia pendidikan mendapatkan pukulan telak atas terjadinya kasus pembunuhan yang menimpa siswa SMA Taruna Nusantara Magelang. Terlebih, insiden yang merenggut nyawa Krisna Wahyu itu terjadi di lembaga pendidikan khusus yang nota bene siswanya dipersiapkan sebagai pemimpin di masa mendatang. Bahkan siswa yang bersekolah di tempat itu tidaklah sembarangan.

Di samping harus yang memiliki kemampuan intelektual di atas rata-rata, juga harus berkarakter. Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Erlinda mengatakan, pendidikan karakter yang selama ini ditanamkan terhadap anak bangsa harus dievaluasi.

Pasalnya, begitu mudahnya seseorang berbuat anarkistis yang berujung pada merenggutnya nyawa orang lain. “Ada suatu hal yang menjadi pekerjaan rumah bersama, bahwa anak bangsa sangat mudah sekali terprovokasi dengan hal buruk,” ujarnya kepada JawaPos.com, Sabtu (1/4/2017).

Dalam pembelajaran dan keseharian, katanya lagi, anak harus lebih dikuatkan kembali untuk menciptakan karakter. Sekolah dan keluarga bisa menanamkannya melalui kegiatan dan pembelajaran. “Misalkan disusupkan bahwa hak untuk mengambil nyawa seseorang adalah tuhan. Dan setiap manusia punya suatu kehormatan sesai dengan agama etika dan moral,” jelasnya.

Sedangkan di SMA Taruna Nusantara ini siswanya selain diajarkan kedisiplinan, ilmu pengetahuan, keagamaan juga diberikan pendidikan karakter sehingga sangat ironi sekali kasus pembunuhan terjadi di lingkungan pendidikan terpilih. Di sisi lain, lanjutnya, pihak SMA Taruna Nusantara tidak bisa seluruhnya disalahkan atas kasus ini.

Pasalnya, pada waktu pembunuhan terjadi adalah saat orang-orang tertidur pulas. Berdasarkan informasi pelaku melancarkan aksinya sekira pukul 04.00 WIB dinihari. Sehingga memang tidak ada pengawasan pamong pengawas siswa. “Artinya memang sudah ada niat, dan kesalahan dalam berpikir dan konsep hidupnya si pelaku,” tuturnya.

Diketahui, Krisna Wahyu dibunuh usai dia meminjam ponsel genggam milik pelaku Andi Muhammad Ramadhan (AMR). Namun ponsel itu disita oleh pamong atau pengasuh karena memang ada larangan terhadap siswa menggunakan HP di lingkungan sekolah. Akhirnya pelaku meminta kepada korban untuk mengurus ponsel tersebut, namun Krisna Wahyu tidak mau. Hal itu menyulut emosi AMR.

Read more: http://riaupos.co/147451-berita-kpai-pendidikan-karakter-anak-harus-dievaluasi.html#ixzz4d9rdXu1y

Exit mobile version