KPAI : Perang terhadap Narkoba, Hukuman Mati Bentuk Perlindungan HAM bagi Anak-anak, Penyebar Narkoba Itu Pembunuh Massal

Peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) dinilai sangat mengkhawatirkan bahkan telah mengancam masa depan generasi muda Indonesia.

Oleh karena itu, pengedar narkoba bisa diibaratkan sebagai pembunuh massal yang bisa melemahkan satu negara. Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan peredaran narkoba itu sebagai suatu fenomena gunung es, yang bisa meningkat dari tahun ke tahun dan menyasar kalangan pelajar sebagai satu kelompok masyarakat yang paling rentan.

Survei nasional BNN menunjukkan prevalensi (jumlah) penyalahgunaan narkoba pada 2008 baru 1,99 persen dari penduduk Indonesia berumur 10– 59 tahun, atau sekitar 3,4 juta orang, namun pada 2010 meningkat menjadi 2,21 persen atau sekitar 3,83 juta orang, dan diperkirakan pada 2015 melonjak 2,80 persen atau sekitar 5,13 juta orang.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Asrorun Niam Sholeh, mengungkapkan peredaran narkoba telah sangat massif di tengah masyarakat, terlebih lagi narkoba juga terus menyasar kalangan anak-anak.

“Narkoba juga menjadi ancaman serius bagi anak-anak, terbukti prevalensi usia anak yang menjadi korban narkoba mengalami peningkatan, bahkan trennya semakin dini. Narkoba telah menjadi ancaman serius bagi masa depan anak-anak Indonesia,” tegas Asrorun, di Jakarta, Senin (18/1).

Menurut Asrorun, hukuman mati terhadap penjahat narkoba merupakan wujud penegakan hak asasi manusia (HAM) terhadap masyarakat, terutama kalangan anak-anak, mengingat prevalensi usia anak yang menjadi korban narkoba semakin memprihatinkan. “Komitmen kuat pemerintah memberantas narkoba itu ditunjukkan dengan tidak ada kompromi dan mengeksekusi mati penjahat narkoba,” papar dia.

Meski demikian, menurut dia, harus dipisahkan kualitas hukuman antara pengedar dan pemakai. Asrorun juga mempertanyakan sejumlah negara yang mempertanyakan sikap tegas pemerintah Indonesia yang menghukum mati penjahat narkoba. “Kenapa ketika banyak pengguna narkoba yang mati, mereka diam saja. Di mana HAM bagi keluarga korban narkoba,” ujar dia.

Apalagi, lanjut dia, negaranegara yang tidak setuju dengan hukuman mati itu juga tidak memberikan kontribusi terhadap pencegahan penyalahgunaan narkoba.

“Tapi, kalau warga mereka ke Indonesia dengan membawa narkoba, itu berarti sama saja dengan rencana melakukan pembunuhan massal. Makanya, bagi Indonesia tidak ada pilihan, hanya satu yakni melaksanakan hukuman tegas,” kata Asrorun.

Sebelumnya, Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan negara lain harus menghormati kedaulatan dan hukum yang berlaku di Indonesia berkaitan dengan pelaksanaan eksekusi mati enam terpidana kasus narkoba, dan beberapa di antaranya adalah warga negara asing.

“Saya bisa memahami reaksi mereka. Tapi, tentunya setiap negara harus menghormati hukum positif yang berlaku di suatu negara, termasuk di Indonesia yang memberlakukan hukum positif, hukuman mati,” kata Prasetyo. (Koran Jakarta, Senin 19/1).

Hancurkan Negara

Menurut Asrorun, jika pemerintah tidak bertindak tegas menumpas, satu negara bisa hancur karena narkoba. Dimulai dari keluarga, kemudian masyarakat hingga kemudian negara.

“Narkoba itu penyakit sosial yang parah dan membunuh,” papar dia. Mengenai kehancuran satu negara akibat narkoba, bisa belajar dari pengalaman Tiongkok pada abad ke-19. Ketika itu, Tiongkok bisa dijajah oleh tujuh negara yang menggunakan candu untuk memperlemah bangsa itu.

Rakyat Tiongkok pun digerogoti penyakit sosial karena banyak warganya yang menjadi pecandu. Sementara itu, Budayawan Romo Benny Susetyo berpendapat narkoba marak beredar karena pengedar melihat penegakan hukum di Indonesia lemah. Dan, jika pengedar sampai dipenjara pun, masih bisa mengontrol peredaran narkoba dari dalam bui.

“Karena itu, mulai harus dipikirkan bagaimana membuat jera para pengedar dan bandar narkoba tersebut.”

Exit mobile version