KPAI Rekomendasi Sistem Pendidikan Berdasar Pemikiran ‘Ki Hajar Dewantara’

Indonesiainside.id, Jakarta — Sepanjang 2019, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat beberapa kasus anak korban pencabulan dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh guru dan kepala sekolah yang terjadi di lingkungan sekolah. Diantaranya 20 Siswi SDN di Malang yang menjadi korban pelecehan seksual oknum guru honorer, dan 14 siswi SD di kecamatan Lilliaja kabupaten Soppeng (Sulawesi Selatan) yang menjadi korban pencabulan oknum kepala sekolah.

Tingginya kasus-kasus kekerasan di satuan pendidikan, KPAI mendorong Kemdikbud dan Kemenag RI untuk memperkuat segala daya upaya dalam percepatan terwujudnya Program Sekolah Ramah Anak (SRA) di seluruh Indonesia. Ia menyebutkan, saat ini jumlah SRA di Indonesia sekitar 13.000 an dan 400 ribu sekolah dan madrasah di Indonesia.

“SRA tidak sekedar zero kekerasan, tetapi sekolah yang mendeklarasikan sebagai Sekolah Ramah Anak,” kata Retno di Gedung KPAI, Jakarta, Kamis (2/5).

SRA yang dimaksud Retno misalnya, sekolah harus memiliki kantin yang sehat. Sebab, selama ini jajanan di sekolah didominasi makanan yang mengadung pemanis, penyedap, dan pengawet.

“Jarang kantin sekolah menyediakan buah dan sayur. Padahal anak dalam tumbuh kembangnya sangat membutuhkan makanan yang sehat dan gizi yang seimbang,” kata Retno.

Selain itu, kata Retno, sekolah yang mengikrarkan diri sebagai SRA juga wajib menciptakan lingkungan sekolah yang aman secara fisik, asri dan hijau. Lalu, memiliki jalur evakuasi bencana, bebas asap rokok, bebas narkoba, dan memiliki nomor pengaduan jika siswa mengalami kekerasan dan ketidaknyamanan lain saat berada di sekolah.

“Program SRA selama ini diartikan keliru, seolah hanya untuk kepentingan anak, padahal kondisi sekolah yang aman, nyaman, asri, sehat dan nir-kekerasan adalah situasi dan kondisi yang yang akan berdampak positif bagi seluruh warga sekolah,” kata dia.

Dalam rangka peringatan hari pendidikan nasional tahun 2019, KPAI mendorong Pemerintah untuk mengembalikan pendidikan sesuai dengan pemikiran awal Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidlkan Indonesia). Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara merupakan proses pembudayaan yakni suatu usaha memberikan nilai-nilai luhur kepada generasi baru dalam masyarakat yang tidak hanya bersifat pemeliharaan, tetapi juga dengan maksud memajukan serta memperkembangkan kebudayaan menuju ke arah keluhuran hidup kemanusian.

“Artinya, pendidikan sejatinya menguatkan kebudayaan dan nilai-nilai liuhur bangsa kepada generasi muda peserta didik,” katanya.

Ki Hadjar Dewantara membedakan antara sistem pengajaran dan pendidikan, pendidikan dan pengajaran idealnya memerdekakan manusia secara Iahiriah dan batiniah selalu relevan untuk segala jaman.

Menurutnya pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan), sedangkan pendidikan lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik). Manusia merdeka itu adalah manusia yang hidupnya secara Iahir dan batin tidak tergantung kepada orang lain.

“Akan tetapi ia mampu bersandar dan berdiri di atas kakinya sendiri. Artinya sistem pendidikan itu mampu menjadikan setiap individu hidup mandiri dan berani berplkir sendiri,” ujarnya.

Menurut Ki Hajar Dewantara, tujuan dari pendidikan adalah penguasaan diri, sebab disinilah pendidikan memanusiakan manusia (humanisasl). Penguasaan diri merupakan langkah yang dituju untuk tercapainya pendidikan yang memanusiakan manusia.

Ketika peserta didik mampu menguasai dirinya, maka mereka akan mampu unluk menentukan sikapnya. Dengan demikian, akan tumbuh sikap yang mandiri dan dewasa.

“Ki Hajar juga menunjukkan bahwa tujuan diselenggarakannya pendidikan adalah membantu peserta didik menjadi manusia yang merdeka,” ucap Retno.

Menjadi manusia yang merdeka yaitu berani tidak hidup terperintah, berdiri tegak dengan kekuatan sendiri, dan cakap mengatur hidupnya dengan tertib. “Dengan kata lain, pendidikan menjadikan seseorang mudah diatur, tetapi tidak dapat disetir,” ujar dia.(*/Dry)

Exit mobile version