Jakarta, 22 Juli 2025 – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima kunjungan resmi delegasi Kepolisian Republik Korea Selatan dalam rangka pertukaran pengetahuan dan pengalaman tentang sistem perlindungan anak dari kekerasan, eksploitasi, dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Dalam pertemuan tersebut, kedua pihak membahas tantangan global dalam melindungi anak-anak, serta memperkuat kerja sama lintas sektor dan lintas negara, khususnya dalam penanganan kasus internasional. Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, menegaskan pentingnya kolaborasi antar lembaga negara dan lembaga penegak hukum internasional untuk membangun sistem perlindungan anak yang responsif dan berkelanjutan.
“Dalam memperkuat sistem perlindungan anak, perlu kerja sama lintas sektor, terutama dalam penanganan kasus internasional,” ujar Jasra.
Penegakan Hukum dan Sistem Perlindungan di Indonesia
Jasra memaparkan bahwa Indonesia telah memiliki sejumlah regulasi yang menjadi landasan hukum dalam upaya perlindungan anak, seperti Undang-Undang Perlindungan Anak, Sistem Peradilan Pidana Anak, serta kebijakan sektor pendidikan yang mendukung pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan.
Dari sisi penegakan hukum, Indonesia telah membentuk Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak serta TPPO (Dir PPA PPO) di bawah Kepolisian Republik Indonesia yang menangani kasus secara spesifik dengan pendekatan perlindungan korban.
Data KPAI hingga Juni 2025 mencatat 973 laporan pengaduan yang mencerminkan kondisi anak-anak Indonesia masih dalam situasi rawan, mulai dari kekerasan di rumah tangga, pengasuhan yang tidak layak, hingga eksploitasi dan perdagangan anak.
Praktik Baik dari Korea Selatan
Delegasi Korea Selatan dipimpin oleh Cho Joo Eun, Deputy Director General for Women and Juvenile Safety Planning, yang menyampaikan bahwa Korea juga menghadapi tantangan serupa. Mayoritas kasus kekerasan terhadap anak terjadi di lingkungan terdekat: rumah dan sekolah.
Sebagai bentuk respons, Korea Selatan telah mengembangkan program Anti-Abuse Police Officer, yaitu petugas kepolisian yang bertugas tidak hanya merespons kekerasan, tetapi juga memberikan edukasi kepada siswa dan orang tua, serta mendampingi anak korban.
Cho juga menyoroti dinamika baru yang muncul akibat meningkatnya kesadaran hukum di kalangan anak-anak. Dalam beberapa kasus, anak-anak turut melaporkan orang tua atau guru atas dugaan kekerasan, meskipun konteksnya berupa pembinaan, sehingga kepolisian menerima hingga 100 laporan per hari.
Lebih lanjut, Korea Selatan telah menerapkan mekanisme pemantauan terhadap pelaku kekerasan anak, termasuk pencatatan identitas dalam sistem nasional, pembatasan akses bekerja di lingkungan anak, hingga publikasi informasi pelaku (foto, alamat, dan jenis kejahatan) secara daring untuk meningkatkan kewaspadaan publik.
Komitmen untuk Kolaborasi Berkelanjutan
KPAI menyambut baik inisiatif pertukaran pengetahuan ini dan menilai penting untuk terus memperluas jaringan kerja sama internasional guna menjawab tantangan perlindungan anak yang semakin kompleks.
“Perlindungan anak harus menjadi tanggung jawab bersama, dan tidak bisa hanya dilakukan oleh satu pihak,” tutup Jasra. (Ed:Kn)
Media Kontak Humas KPAI,
Email : humas@kpai.go.id
WA. 0811 1002 7727