KPAI: Sensor Film Harus Melindungi Anak

Jakarta – Komisi Perlindungan Anak (KPAI) meminta sensor film berperspektif pada perlindungan anak. Sebab, dalam Pasal 10 dan Pasal 11 Undang-Undang Perlindungan Anak, disebutkan film masuk ke bagian hiburan. Artinya, anak berhak mendapatkan itu.

“Kami tidak galak, hanya melindungi anak,” ujar Komisaris KPAI, Maria Advianti, saat diskusi publik Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (FAA PPMI) untuk memperingati Hari Film Nasional di Jakarta Selatan, Minggu, 3 April 2016.

Menurut Maria, terdapat beberapa masalah yang kini dihadapi industri film dan anak-anak. Pertama, film yang kini beredar di bioskop cenderung mengedepankan sisi hiburan, bukan edukasi. Kedua, tidak banyak alternatif pilihan bagi anak untuk mendapatkan hiburan melalui tontonan film bioskop yang sesuai dengan usianya.

“Saya enggak tahu film apa lagi yang layak untuk anak karena pilihannya terbatas. Ini membuat orang tua turut serta mengajak anaknya menonton film, yang seharusnya bukan untuk anak, dan sayangnya tak semua orang tua memberi pendampingan yang baik ,” tuturnya.

Selain ingin Lembaga Sensor Film (LSF) memiliki perspektif perlindungan anak ketika menyensor film, Maria berharap LSF mengklasifikasi usia dengan tepat. Menurut dia, dalam menyensor dan mengklasifikasi film, LSF harus mengajak ahli anak atau psikolog. Karenanya, diketahui adegan tersebut masuk ke kategori usia berapa.

Ihwal sensor dan klasifikasi, Maria juga mengusulkan LSF mencantumkan klasifikasi usia penonton pada trailer film. Hal ini agar orang tua bisa tahu mana film yang bisa ditonton oleh anak-anak mereka.

“Ini karena sensor mandiri belum berjalan baik di masyarakat dan kami melihat edukasi masyarakat perlu ditingkatkan soal ini,” ucapnya.

Maria juga mengatakan film yang akan dibuat semestinya melihat struktur norma yang berlaku di masyarakat, termasuk soal perlindungan anak. Dia berpendapat, dalam sensor film, seharusnya ada sinergi antara kreativitas dan norma

Exit mobile version