KPAI: Skorsing Siswa tak Bisa Diberikan Kalau Tak Ada Alasan Mendesak

Beberapa orangtua siswa SMA 3 hari ini mendatangi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk melaporkan kasus dugaan pemukulan oleh anak mereka terhadap seorang pria. KPAI mengatakan kasus tersebut harus diusut tuntas karena hukuman skorsing tak dapat diberikan apabila tak ada alasan yang mendesak.

“Yang pertama, kasus ini memang harus diusut tuntas, terkait apa alasan yang membuat anak ini diskorsing. Karena skorsing siswa itu tidak dibenarkan, apabila tidak ada alasan yang mendesak, apalagi ini menyangkut hak anak,” ujar Komisioner KPAI bidang pendidikan, Susanto kepada wartawan di Kantor KPAI, Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakpus, Jumat (6/2/2015).

KPAI juga akan memanggil pihak terkait untuk menjelaskan secara rinci mengenai kronologis kasus tersebut. Khususnya Dinas Pendidikan DKI yang memiliki kewenangan penuh untuk menangani hal ini.

“Kita akan meminta klarifikasi dari Disdik DKI, karena kasus ini di bawah koordinasi Disdik. Tentu tidak hanya pihak sekolah saja yang dimintai pertanggungjawaban, tetapi Disdik juga harus terlibat lebih dalam. Karena dari perspektif perlindungan anak, kita harus tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam kasus ini,” kata dia.

Susanto mengatakan, skorsing yang diberikan pihak sekolah jelang UN selama 39 hari ini dianggap berlebihan. Namun, KPAI mengaku harus mendalami terlebih dahulu kasus tersebut sebelum dapat memberikan tanggapan lebih jauh.

“Kalau menurut kami, tentu ini berlebihan ya, untuk hak anak-anak ini. Tapi kita perlu lihat dulu kasus ini seperti apa,” jelasnya.

Beberapa orang siswa SMA 3 Setiabudi diskors selama 39 hari karena diduga melakukan pemukulan terhadap seorang pria berinisial E. Siswa tersebut beralasan melakukan pemukulan karena merasa terancam dan membela seorang teman perempuan mereka yang dilecehkan secara fisik.

Exit mobile version