KPAI Soroti Platform Medsos di Kasus Grooming: Jangan Tanpa Peran!

Jakarta – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) berharap orang tua lebih sering berkomunikasi dengan anak soal penggunaan gadget. Hal itu untuk menghindari kemungkinan anak menjadi korban kejahatan melalui dunia maya.

“Orang tua harus komitmen dengan anak soal penggunaan gadget. Soal waktu berapa lama anak bisa main gadget, waktu kapan menggunakan gadget dan di mana lokasi anak menggunakan gagdet, harus itu jadi pembicaraan,” kata Komisioner KPAI Margaret Aliyatul saat dihubungi, Senin (22/7/2019).

Sebab, Margaret menilai banyak orang tua belum memahami tentang pengaruh negatif akibat kurangnya pengawas terhadap anak yang mengunakan gadget. Margaret menyebutkan pengaruh negatif itu antara lain anak bisa terpapar radikalisme, pornografi hingga kejahatan seksual online.

“Orang tua hari ini itu tidak memahami anak-anak itu bisa banyak terpapar hal negatif dari gadget. Orang tua kan melihatnya anak aman di rumah main gadget, tidak main dengan temannya di luar rumah, padahal dari gadget itu anak-anak bisa terpapar hal-hal negatif. Banyak kasus masuk ke KPAI misal anak terpapar radikalisme dari gadget, anak bisa masuk perilaku menyimpang dari gadget, pornografi dari gadget, kemudian hari ini kejahatan seksual online itu semakin meningkat berbagai bentuk ada grooming dan lain-lain, seperti kasus yang di Surabaya,” ujarnya.

Karena itu, Margaret berharap para orang tua lebih mengawasi anak-anaknya saat mengakses dunia maya. Sehingga orang tua bisa mengetahui persis apa yang sedang dilakukan anak dengan gadgetnya.

“Orang tua harus tahu konten apa yang dllihat anak. Jika anak mau main game orang tua harus tahu pas nggak dengan usianya, termasuk di media sosial, pertemanan dengan siapa anak itu. Meskipun pergaulan di media sosial, ada etikanya dan orang tua harus mengenalkan itu juga, ada keamannya. Tentu di situ pentinganya ada komunikasi, harus memberikan peringatan soal berteman di medsos harus hati-hati,” katanya.

Selain soal pengawasan orang tua terhadap anak saat mengakses dunia maya, Margaret bicara soal penting platform-platform media sosial memberikan jaminan pengamanan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kejahatan online terhadap anak. Salah satunya, menjamin keamananan plarform media sosial agar tak mudah diretas oleh orang yang tak bertanggung jawab.

“Penyedia platform itu juga nggak boleh tanpa peran gitu. Mereka bisa masuk ke Indonesia harus dibarengi dengan aturan yang mengikat mereka, Misal, boleh masuk, tapi harus punya komitmen perlindungan anak di dunia siber, kan itu melalui WA (WhatsApp) dan media sosial, para platform media sosial itu harus punya komitmen perlidungan anak di dunia siber. Kalau mereka punya komitmen otomatis mereka ikut menjaga, misal harus dibangun sistem atau apa caranya jangan sampai ada orang yang bisa mengunakan identitas orang lain, ini kan mengambil identitas orang lain kan, ini mengambil profil gurunya. Kalau orang mau masuk mengakses itu harus memakai identitasnya sendiri jadi perlu ada peningkatan keamanan dari penyedia platfrom itu,” ungkapnya.

Bareskrim Polri menangkap pelaku pencabulan terhadap anak lewat media sosial (grooming). Dalam kasus grooming ini, Bareskrim Polri menangkap tersangka berinisial TR (25), yang merupakan seorang narapidana di Surabaya. TR beraksi dengan menggunakan akun palsu untuk mendapatkan foto atau video korbannya.

Grooming adalah tahapan dari modus operandi yang dilakukan pelaku setelah membuat akun palsu. Polisi menjelaskan grooming adalah proses meyakinkan korban untuk segera mengirimkan gambar telanjang, alat kelamin, dan didokumentasikan melalui video via direct message (alias pesan privat di medsos atau DM) atau WhatsApp (WA).

“Hasil penelusuran lebih dari 1.300 dalam akun e-mail-nya tersangka ada 1.300 foto dan video, semua anak tanpa busana. Yang sudah teridentifikasi ada 50 anak dengan identitas berbeda,” kata Wadirtipid Siber Bareskrim Polri Kombes Asep Safrudin di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Senin (22/7).

Exit mobile version