KPAI Tanda Tangani MoU dengan BNN, Jumlah Anak di Bawah Umur yang Jadi Pengedar Narkoba Meningkat

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Asrorun Niam Sholeh mengungkapkan bahwa dalam tiga tahun terakhir jumlah anak di bawah umur yang menjadi pengedar narkoba mengalami peningkatan hingga sebesar 300 persen, dengan rentang usia yang bervariasi.

Hal ini tentu sangat disesali oleh pihak KPAI. Asrorun lantas mengaku heran, bagaimana bisa maraknya kasus narkoba belakangan ini tidak hanya terjadi di tingkat orang dewasa saja, tetapi telah merambah ke tingkat anak-anak. Dan anak-anak itu pun tidak hanya sebagai pemakai, tetapi juga pengedar.

“Anak yang jadi pengedar terus meningkat. Dari 2011 hingga 2014 meningkat hampir 300 persen. Tahun 2012 ada 17, 2013 ada 31, dan di 2014 mencapai 42 anak. Untuk usia sangat bervariatif, bahkan saat ini ada anak SD yang sedang ditangani,” kata Asrorun di Gedung BNN, Cawang, Jakarta Timur, Senin (27/4/2015).

Asrorun pun lantas memaparkan sebuah fakta yang cukup mengejutkan, bahwa per tanggal 5 April 2015, dari total 184 tahanan anak yang mendekam di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Anak di Tangerang, sekitar 84 anak diantaranya ditahan akibat terlibat dalam kasus narkotika. “Ini menunjukan bahwa ancaman narkotika terhadap anak-anak jelas meningkat,” tegas dia.

Fakta tersebut, tambah Asrorun, sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh pihak Badan Narkotika Nasional (BNN), yang menyebutkan bahwa pada tahun 2014 yang lalu, sebanyak 33 persen pengguna narkoba berada pada usia pelajar dan mahasiswa. Hal ini, katanya semakin membuktikan Indonesia darurat narkoba.

Oleh karena itu, berdasarkan data-data yang telah disebutkannya tadi yang menjelaskan bahwa ada tren peningkatan jumlah anak di bawah umur yang terlibat narkoba, maka KPAI pun menandatangani perjanjian kerjasama atau Memorandum of Understanding (MoU) dengan pihak BNN untuk menanggulanginya.

MoU yang ditandatangani secara langsung oleh Asrorun bersama Kepala BNN, Komjen Pol Anang Iskandar di Gedung BNN tersebut mengatur perlindungan anak-anak dari bahaya narkotika. Salah satu isi perjanjian yang disepakati adalah penyediaan fasilitas tes urine dan penyelenggaraan sosialisasi wajib lapor di lingkungan KPAI.

Selain hal itu, kedua pihak memiliki kewajiban untuk melakukan pendampingan terhadap anak yang mengalami ketergantungan narkotika, untuk selanjutnya diarahkan ke Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL). “Kita butuh sinergi dalam jihad besar melindungi anak Indonesia,” ujar Asrorun.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Anang menuturkan bahwa kerjasama yang dilakukan ini bisa menjadi langkah preventif, setelah banyak kasus penyalahgunaan narkotika yang terjadi di Indonesia. “Hari ini saya paling senang dengan MoU ini. Saya bisa menitipkan anak Indonesia dari penyalahgunaan narkoba,” tutur dia.

Terkait masalah hukuman yang diberikan kepada anak yang terlibat kasus narkoba, baik sebagai pengedar maupun sebagai pemakai, Asrorun mempunyai pendapat sendiri. Dia menilai bahwa seharusnya anak-anak yang terlibat tersebut dimasukkan ke dalam panti rehabilitasi, bukannya ke dalam penjara.

“Anak yang terlibat dalam tindak pidana seperti ini seharusnya kita lakukan rehabilitasi. Karena kita harus memposisikan anak sebagai korban. Karena anak-anak hanya dijadikan alat. Kenyataannya di lapangan, ada sekian banyak anak yang seharusnya mendapatkan rehabilitasi, tetapi justru malah di penjara,” katanya menyesalkan.

Karena itu Asrorun mengharapkan, agar kedepannya tidak ada lagi yang memanfaatkan anak untuk mengedarkan dan menyebarluaskan narkotika. “Kedepannya tentu kita mengharapkan tidak ada lagi anak yang dijadikan alat kepentingan untuk narkotika. Ketika ada, maka akan direhabilitasi, bukan di penjara,” pungkas dia.

Exit mobile version