KPAI Terima Aduan 26 Ribu Kasus Bully Selama 2011-2017

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima 26 ribu kasus anak dalam kurun 2011 hingga September 2017. Laporan tertinggi yang diterima KPAI adalah anak yang berhadapan dengan hukum.

“Anak berhadapan dengan hukum sebanyak 34 persen salah satu contohnya kasus kekerasan Thamrin City. Selanjutnya permasalahan keluarga dan pengasuhan 19 persen,” kata Komisioner KPAI Retno Listyarti dalam diskusi ‘Stop Bullying di Sekolah’ di DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Jl KH Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Rabu (4/10/2017).

Kasus lain yang diterima oleh KPAI seperti masalah pendidikan serta pornografi dan cybercrime. Retno pun menyayangkan kasus bully di Thamrin City yang berujung pencabutan KJP anak pelaku bully.

“Melihat kasus Thamrin di mana 9 anak melakukan kekerasan di mana para pelaku KJPnya dicabut kemudian dikeluarkan dari sekolah. Ini akan menjadi masalah baru karena sama saja pelaku dicabut hak anaknya untuk mendapat pendidikan,” lanjut Retno.

“Memang ini kasus kekerasan tapi karena pelaku dan korban adalah anak-anak, penyelesaian masalah ini tidak harus masuk ranah hukum,” sambung Retno.

Wakil Sekretaris Jenderal PSI Danik Eka Rahmaningtiyas mengakui sulitnya memutus mata rantai kasus bully anak menjadi permasalahan. Sebab, korban bisa menjadi pelaku dan pelaku dapat pula menjadi korban.

“Ini memang lingkaran setan bagaimana putusnya tentu tergantung pula mindset masyarakat. Dihentikan lewat peraturan tentu tidak akan bisa kalau SDM tidak disiapkan karena itu tataran sosialisasi serta pendampingan dan pencegahan menjadi upaya preventif seperti rehabilitasi,”papar Danik.

“Ini memerlukan andil bagian dari banyak orang untuk memutus bersama mata rantai yang sudah mengakat kuat,” imbuhnya.

Hal senada juga disampaikan perwakilan komunitas SudahDong yang merupakan gerakan anti bullying, Ira Savitri. Menurutnya, peran serta keluarga dan lingkungan untuk memberikan edukasi. Dia meyakini baik korban maupun pelaku bully baik di sekolah maupun lingkungan tidak boleh ditinggalkan.

“Tentunya untuk memutus mata rantai bully selain rehabilitasi dan trauma healing, pendekatan dengan informatif serta edukasi bisa memberikan pendidikan yang baik. Tentunya bagaimana menghentikan diri sendiri, karena indikasi sebagai pelaku bully juga harus di stop agar tidak menjurus hingga perbuatan bullying,” jelasnya.

“Kita tidak bisa meninggalkan baik pelaku atau korban, karena bisa saja pelaku menjadi korban karena telah membully yang nantinya teman-teman sekitarnya kembali membully dia,” tuturnya.

Exit mobile version