KPAI TERIMA KUNJUNGAN 150 MAHASISWA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN

Kunjungan Mahasiswa STAIN Pekalongan

Suasana riuh sekitar 150 mahasiswa berjaket hijau, Selasa 8 Oktober 2013 sekitar pukul 11.00 WIB, mewarnai kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Kedatangan ratusan Mahasiswa dengan menggunakan 2 bus itu  sempat membuat kaget masyarakat yang tinggal atau berkantor disekitar KPAI Jl. Teuku Umar No 10 -12 Menteng Jakarta Pusat, maklum selama ini belum pernah ada mahasiswa rame-rame datang ke KPAI, paling tidak untuk tiga tahun terakhir, bahkan sebagian karyawan KPAI sendiri ada yang bertanya – tanya “ ada apa ya’ demo ya ?”. Bisa jadi masayarakat berfikir ratusan mahasiswa dari Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri  “kota batik”  Jawa Tengah itu berdemonstrasi ke KPAI. Padahal mahasiswa semester V jurusan Akhwal Syakhsyiah  (Syari’ah) Pekalongan Jawa – Tengah itu, sengaja bertandang ke KPAI untuk melaksanakan kunjungan studi terkait dengan program kampusnya.

Kehadiran para calon hakim Pengadilan Agama itu diterima oleh Ketua KPAI, Badriyah Fayumi yang juga Komisioner Bidang Pendidikan, Ketua Divisi Pengawasan, Monitoring dan Evaluasi yang sekaligus Komisoner Bidang Pengasuhan Alternatif, M. Ihsan Kepala Sekretariat Retno Adji Prastiaju yang sering dipanggil bu Popi, dan salah satu Kelompok Kerja (Pokja) Sosialisasi  Waspada MK. Sementara itu Mahasiswa dari STAIN yang sebagian sudah bekerja (karyawan di kantor Kementerian Agama Pekalongan) / kelas non reguler, didampingi oleh unsur pinpinanan dan dosen; Sam’ani Sya’roni (Ka. Prodi Ahwal Syakhshiyah) Andi ( Dosen ) dan Alif  yang juga dosen .

Untuk lebih mengefektifkan kunjungan silaturahmi itu, acara disetting menjadi forum dialog yang dipandu oleh    Waspada MK. Mengawali forum dialog Waspada menyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasi atas kehadiran para mahasiswa,dosen dan unsur pimpinan STAIN Pekalongan yang selanjuntnya mempersilahkan perwakilan dari STAIN Pekalongan untuk menyampaikan sambutan serta maksud dan tujuan kunjungan ke KPAI.  Gayung bersambut usai dipersilahkan oleh Waspada selaku pemandu acara  perwakilan Civitas Akademika STAIN Pekalongan, Sam’ani, menyampaikan sambutannya. Dalam kata sambutannya setelah menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ketua KPAI dan jajarannya Sam’ani menyampaikan beberapa hal; bahwa kunjungan mahasiswa STAIN Pekalongan ke  KPAI adalah merupakan bagian dari program Kuliah Kerja Nyata (KKN); Mahasiswa ingin mengetahui lebih jauh langkah-langkah KPAI dalam hal perlindungan anak, lebih khusus terhadap perlindungan anak pasca perceraian orang tuanya; langkah – langkah yang dilakukan KPAI terkait tangungjawab orang tua terhadap hak-hak anaknya pasca perceraian.

Menanggapi sambutan yang diberengi pertanyaan dari perwakilan STAIN Pekalongan Ketua KPAI, Badriyah Fayumi, menyampaikan kebanggaannya atas kehadiran dan kunjungan para mahasiwa dan unsur pimpinan STAIN Pekalongan.Lebih lanjut ketua KPAI yang juga alumnus IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Sekarang UIN) itu secara singkat  menjelaskan  profil KPAI. Ia juga berseloroh bahwa pertemuan ini secara tidak sengaja seperti silaturahmi keluarga besar, karena secara kebetulan pak Ihsan adalah alumni IAIN Padang, saya sendiri alumni IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ungkapnya, yang disambut tepuk tangan para mahasiswa. Terkait tiga pertanyaan yang disuguhkan oleh  Sam’ani selaku pimpinan STAIN Pekalongan, Ketua KPAI yang juga merupakan penulis aktif di salah majalah terkenal ini mengatakan’ Perlindungan Anak, merupakan pekerjaan besar yang belum mendapatkan perhatian serius dari semua pihak. Ada dua jenis perlindungan terhadap anak, pertama pemenuhan hak anak dan yang kedua perlindungan khusus urai mantan aktifis PP Fatayat NU ini. Sementara itu menanggapi masalah anak korban perceraian “Bu Bad” begitu panggilan akrab ketua KPAI di kantor, menyatakan belum ada regulasi yang kuat dan jelas  atau regulasi khusus terkait anak korban perceraian. Dalam dua tahun terakhir  ini ungkap dia, pengaduan langsung di KPAI didominasi oleh pengaduan perebutan kuasa asuh karena perceraian. Laporan dari Badilag rata-rata 10 % lebih dari 2 juta pernikahan di Indonesia berakhir dengan perceraian. Kalau diasumsikan setiap pasangan memiliki 2 anak, maka setiap tahun ada 400 anak di Indonesia menjadi korban perceraian, urai Ketua KPAI. Tidak ada anak yang berbahagia karena menjadi korban perceraian imbuh Badriyah.

Dalam kesempatan yang baik ini, Ketua KPAI, yang juga pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Bekasi itu, menjelaskan tentang perbedaan antara Komnas Perlindungan Anak dan KPAI. Menurutnya KPAI merupakan lembaga negara Independent yang bertugas meningkatkan efektifitas perlindungan anak, sementara itu Komnas Perlindungan Anak, merupakan bagian dari masyarakat (LSM) yang sama–sama memiliki kewajiban dan tanggungjawab terhadap perlindungan anak, sebagimana di amanatkan oleh pasal 20 UU No. 23 Tahun 2002, bahwa Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap perlindungan anak.  Keluaran / produk KPAI berupa rekomendasi, tukasnya lebih lanjut. Selama ini KPAI telah mendorong revisi regulasi terkait Perlindungan Anak. Sebagai contoh KPAI ikut berperanserta lahirnya  Undang – Undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, yang akan diundangkan pada tahun 2014, selain itu saat ini KPAI sedang mendorong RUU Pengasuhan Alternatif dan revisi UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Jika  sudah direvisi Undang – Undang Perlindungan Anak, akan lebih maju tegasnya.

Ketua KPAI juga mengingatkan bahwa RPJM kita juga mendorong terhadap perlindungan anak. Selain itu menurutnya, saat ini Perlindungan Anak telah  menjadi konsentrasi di perguruan tinggi, utamanya perguruan tinggi  yang berada dibawah Kementerian Agama. Sudah ada perubahan statuta tutur wanita asal Rembang Jawa Tengah ini. Ungkapan yang tidak kalah menarik bagi mahasiswa dari Ketua KPAI adalah, tawaran bagi para mahasiswa yang ingin magang di KPAI, “ KPAI membuka pintu lebar-lebar bagi mahasiwa STAIN Pekalongan yang akan magang di KPAI, selama ini sudah ada mahasiwa yang magang di KPAI, dari UI, UGM, Univ. Muhammadiyah dan lain-lain, ujar Badriyah.

Sedangkan Komisioner Bidang Pengasuhan Alternatif, M. Ihsan, diantaranya mengungkapkan akan pentingnya bimbingan pra nikah bagi calon penganten untuk meminimalisir terjadinya perceraian. M. Ihsan yang juga merupakan aktifis peksos, menyampaikan jika di Kristen itu ada bimbingan pra nikah selama 3 bulan, di Islam mestinya juga ada pembinaan  sebelum melaksanakan pernikahan. Tugas KAU tidak hanya mengesahkan pernikahan, akan tetapi juga membimbing bagi para calon pengantin, pesan Ihsan. Tidak adil kalau kita bicara perceraian kalau tidak menyentuh hulunya, ujarnya. Ujung perceraian itu biasanya perebutan kusa asuh anak, lanjut Ihsan. Sayangnya KPAI hanya bisa mengawasi dan tidak punya kewenangan intervensi, tutur Ihsan lebih lanjut. Selain itu Komisioner KPAI yang tergolong sering tampil di media elektronik ini, juga mengkritik minimnya hakim Pengadilan Agama yang berusaha memediasi untuk damai bagi pasangan suami istri yang mengajukan gugatan cerai. Ia juga berharap bahwa kuasa asuh anak, tidak diatur di Pengadilan Agama. Dalam kesempatan itu M. Ihsan mengingatkan kepada mahasiswa STAIN Pekalongan, “ tidak harus semua menjadi petugas KAU, dan akan lebih baik jika sebagian bergerak dibidang pencegahan atau konsultan “ harap M. Ihsan. Tidak hanya itu, alumni IAIN Padang ini juga berharap kepada para mahasiswa yang hadir nantinya ada yang menjadi anggota DPR RI, DPRD I dan DPRD II, agar bisa berbuat lebih banyak untuk anak-anak Indonesia, sehingga dapat membuat Undang – undang yang berpersepektif anak.

Usai M. Ihsan, giliran Kepala Sekretaria KPAI  Retno Adji Prastiaju yang lebih populer di panggil Bu Popi, menyampaikan sambutannya. Beberapa hal yang dikemukakan diantaranya, bahwa sudah ada modul Kursus Calon Pengantin (Suscatin) yang diterbitkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak. Kepala Sekretariat, juga menyinggung ketertinggalan umat Islam Indonesia dalam hal pelaksanaan Suscatin dibanding dengan agama lain. Oleh karena itu, Kepala Sekretariat KPAI yang tergolong “anyar” bertugas di KPAI ini berpesan kepada para mahasiswa STAIN Peklongan, nanti kalau mau menikah harus melakukan Suscatin 2 hari dan benar – benar dilakukan. Begitu juga kalau menjadi petugas di KUA harus melaksanakan program Suscatin bagi para calon penganten, pesannya.

Usai sambutan dari unsur STAIN Pekalongan, Ketua KPAI, Divisi Wasmonev dan Kepala Sekretariat KPAI, acara silaturahmi dilanjutkan dengan dialog. Dialog berjalan dengan “Sersan” serius tapi santai, bahkan sesekali para pimpinan STAIN melontarkan pernyataan-pernyataan yang bernada humor, sehingga memancing tawa para audiens. Misalnya pernyataan dari Alif, doktor muda ini membandingkan proses perceraian yang terjadi di Tunisai dan di Indonesia. Di Tunesia, lanjut Alif,perceraian harus dilaksankan dengan suka – sama suka, tanpa harus diawali percekcokan atau prselisihan, sehingga perceraian bisa dilaksanakan secara damai tanpa konflik. Beda dengan di Indonesia, perceraian bisa dilakukan kalau ada masalah, sehingga kalau mau cerai harus bikin masalah dulu, maka setelah bercerai ya akan timbul masalah, bagaimana bisa damai, wong awalnya sudah bermasalah, kalau tidak ada masalah harus membuat masalah?,…. ujar Alif dengan nada humornya yang disambut geeer,…. oleh para mahasiswa.

Usai dialog, acara dilanjutkan dengan serah terima Cindera Mata dari KPAI dan juga dari STAIN Pekalongan, yang dilakukan oleh Ketua KPAI dan unsur pimpinan STAIN Pekalongan Jawa Tengah. Semoga  silaturahmi mahasiswa STAIN Pekalongan Jawa Tengah ke KPAI, menjadi awal meningkatnya kepedulian dan kesedaran generasi muda Indonesia terhadap pentingnya Perlindungan Anak demi kepentingan terbaik bagi anak dan masa depan bangsa, SEMOGA (WMK – KPAI)

Exit mobile version