KPAI : Ternyata, Ini Penyebab Teroris Rekrut Anak “Broken Home”

Masyarakat diminta untuk memperkuat ketahanan keluarga untuk mencegah gerakan terorisme menyasar anak-anak. Hal itu disampaikan oleh Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susianah Affandy.

Hal itu karena para bocah memang menjadi target empuk bagi pelaku teror untuk digiring ke arah radikalisme.

“Anak sangat rentan menjadi sasaran kelompok teroris dan ekstrimis karena anak masih polos dan tak punya filter yang cukup seperti pendidikan, pengalaman dan sosiokultur,” katanya dalam acara Halaqoh Pencegahan Anak Dari Gerakan Radikal, di Puri Denpasar Hotel Jakarta, Selasa (29/8/2017).

Diterangkannya, ketahanan keluarga adalah kunci utama jika kita ingin melakukan pencegahan dari hulunya. Sebab, jika berkaca kepada data di lapangan, pelaku bom bunuh diri dan mereka yang terlibat dalam gerakan radikal memiliki latar belakang keluarga yang tidak harmonis, keluarga miskin dan rentan.

“Anak-anak yang mendapat pendidikan dan pengetahuan kekerasan akan menyelesaian masalah dengan kekerasan ketika dewasa. Mereka akan tumbuh menjadi anak-anak yang sulit menerima perbedaan (intoleran), biasanya terjadi pada anak broken home,” terangnya.

Di sisi lain, bagi anak-anak dan keluarga yang sudah terpapar menjadi korban terorisme, dia berharap pemerintah tidak menggunakan pendekatan hukum semata. Harus ada rehabilitasi terhadap korban dan pelaku.

“Jangan dikucilkan. Harus ada program pemberdayaan dan reintegrasi sosial sehingga korban terorisme maupun pelaku terror dapat kembali ke tengah-tengah masyarakat dan hidup damai,” ungkapnya.

Dia menjelaskan, data aduan masyarakat yang masuk ke KPAI terkait masalah pengasuhan dalam keluarga dan pengasuhan alternatif trennya kian naik dalam tujuh tahun terakhir.  Tercatat, kasus anak Berhadapan dengan Hukum (ABK) yakni sebanyak 4723 kasus.

Dari sebanyak kasus tersebut rinciannya adalah, anak korban perebutan hak kuasa asuh sebanyak 1618 kasus. Anak yang mendapat penelantaran ekonomi sebanyak 1099. Data anak korban pelarangan akses bertemu orang tuanya sebanyak 1299 kasus.  Anak korban penelantaran orang tua atau keluarga sebanyak 33 kasus.

Sementara, anak hilang dan korban penculikan keluarga sebanyak 673 kasus. Dalam acara itu tampak hadir Kepala Balitbang Kementerian Agama Abdurrahman Mas’ud, BNPT Muslih Nasuhah, Indonesia (KPAI) Susianah Affandy.

Exit mobile version