KPAI : TIGA REKOMENDASI KPAI DALAM MENCEGAH KEPALA SMK MEMBUAT PERJANJIAN PENYALURAN KERJA PARA LULUSANNYA

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan pendalaman terhadap kasus dugaan program magang palsu siswa SMK yang melibatkan sejumlah SMK di Kendal (Jawa Tengah) dan Nusa Tenggra Timur (NTT).

Pada (10/4) lalu, KPAI menurunkan tim ke Semarang untuk meminta klarifikasi dan penjelasan dari pihak-pihak terkait seperti Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Tengah, sekaligus perwakilan beberapa SMK di Kendal yang melakukan MoU dengan PT Sofia Sukses Sejati. Pertemuan berlangsung di Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah di jalan Pemuda, Kota Semarang.

“Pertemuan tersebut berlangsung selama sekitar 150 menit dan semua pihak yang dimintai klarifikasi bersikap kooperatif. KPAI mencoba menggali awal mula MoU antara sekolah dengan PT Sofia Sukses Sejati, tujuan kerjasama, apakah ada pelibatan Dinas tenaga kerja dan Dinas Pendidikan dalam proses rekruitmen siswa yang mengikuti program kerjasama tersebut, termasuk siapa yang melakukan pengawasan di negara tujuan” urai Retno Listyarti, Komisioner Bidang Pendidikan.

“Selain itu, modus dan trend yang terungkap akan digunakan KPAI sebagai upaya pencegahan agar seluruh SMK di Indonesia berhati-hati dalam melakukan kerjasama dengan pihak manapun, baik di dalam negeri maupun di luar negeri agar dapat menjamin para siswa di eksploitasi tenaganya di luar batas kewajaran dan potensi menjadi korban perdagangan orang,” ujar Ai Maryati Solihah, Komisioner KPAI bidang trafficking dan Eksploitasi.

BUKAN MAGANG TETAPI PENYALURAN TENAGA KERJA

Dari penjelasan MKKS (Musyawarah Kerja Kepala-Kepala Sekolah) SMK Kendal, Kepala SMKN 5 Kendal dan SMK PGRI I Kendal, terungkap bahwa MoU dengan PT Sofia Sukses Sejati dilakukan oleh seluruh SMK di Kendal, baik negeri maupun swasta. MoU juga bervariasi tahun penadatangannya, namun para kepala sekolah dan jajarannya mengaku bahwa kerjasama dengan PT Sofia bukanlah program magang, tetapi penyaluran tenga kerja keluar negeri. Dimana para lulusan SMK tersebut akan disalurkan mendapatkan pekerjaan di luar negeri. Karena siswa yang baru lulus yang diberangkatkan, maka dapat dipastikan sebagaian besar sudah berusia 18 tahun ke atas, yang artinya bukan lagi usia anak.

“Walaupun bukan usia anak, namun MoU yang dilakukan tanpa sepengetahuan Dinas Tenaga Kerja dan Dinas Pendidikan setempat sangat berpotensi membahayakan anak-anak yang sedang menempuh pendidikan di SMK tersebut, karena disalurkan kerja keluar negeri dengan cara yang tidak lazim. Pihak sekolah juga mengaku tidak pernah tahu perjanjian kontrak antara siswanya dengan PT Sofia karena langsung ditandatangi oleh si anak dengan pihak PT Sofia,” tambah Retno.

Para Kepala Sekolah menyatakan bahwa pada awalnya penyaluran para siswa mereka bekerja di luar negeri terbilang lancar dan tanpa masalah, bahkan beberapa sukses. Kala itu, para siswa yang baru lulus SMK itu disalurkan ke pabrik-pabrik elektronik di Malaysia.

“Namun, masalah baru muncul saat tahun 2016, dimana para siswa yang semula dalam kontrak akan ditempatkan di perusahaan Kosmetik, ternyata justru di tempatkan di perusahaan sarang Walet, bahkan para siswa lulusan SMK tersebut sempat mengalami penyekapan selama 2 bulan sampai kemudian dibebaskan oleh Polisi Malaysia atas koordinasi KBRI Malaysia,” jelas Ai Maryati.

REKOMENDASI

Pertama, KPAI berpandangan bahwa, model MoU sebagaimana dilakukan oleh pihak sekolah dengan PT Sofia harus menjadi pembelajaran semua pihak untuk tidak terulang, sehingga dapat mencegah para lulusan SMK mengalami eksploitasi dan perdangan orang. Untuk itu, KPAI mendorong Dinas-dinas Pendidikan di berbagai daerah mensosialisasi dan melakukan pengawasn terkait program-program sejenis yang mungkin saja di lakukan oleh SMK-SMK lain di berbagai daerah di Indonesia. Dalam hal, Kemdikbud juga wajib mencegah dengan mengeluarkan regulasi bagi upaya pencegahan.

Kedua, Dalam pengamatan KPAI potensi terjadinya trafficking dan eksploitasi dalam kasus ini tetap harus diwaspadai. Seperti pada proses recruitment dan pengawasan di tempat tujuan. Oleh sebab itu KPAI mendorong sekolah dan pihak perusahaan harus mengutamakan koordinasi dengan Dinas pendidikan dan Dinas Tenaga Kerja Provinsi dalam kebijakan dan persetujuan memberangkatkan siswa lulusan SMK, agar dokumentasi dan managerial perusahaan dipastikan legal, sesuai dengan kontrak kerja dan dapat diawasi secara intensif.

Ketiga, Ada tiga fakta yang memprihatinkan selama proses penyaluran tenaga kerja tersebut pada 2016, yang patut diduga praktik eksploitasi, yakni adanya penyekapan selama 2 bulan sebelum dipulangkan, gaji bulanan tidak sesuai kontrak kerja, dan perbedaan penempatan dari yang disetujui di Indonesia yang kini kasusnya sedang bergulir di Meja hijau, sehingga mengharuskan penegakkan hukum berjalan agar menjadi efek jera bagi para pelaku dan pembelajaran untuk meningkatkan kewaspadaan publik.

Salam hormat
Retno Listyarti, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan
Ai Maryati Solihah, Komisioner KPAI Bidang Trafficking dan Eksploitasi anak

Exit mobile version