KPAI : Video Penganiayaan Siswa SD Tambah Daftar Kekerasan Anak

Kasus bully (penganiayaan) yang menimpa siswi sekolah dasar (SD) Trisula Perwari Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, menambah daftar panjang angka kekerasan kepada anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, dalam empat bulan (Januari-April 2014), ada 622 laporan kasus kekerasan terhadap anak.

Dari 622 kasus itu, kata Komisioner KPAI Susanto, tertinggi kekerasan seksual 459 kasus, kekerasan psikis sebanyak 94 kasus, dan kekerasan fisik (penganiayaan) 12 kasus. Tragisnya, kekerasan di lingkungan SD Trisula Perwari Kota Bukittinggi itu bisa disaksikan masyarakat luas melalui dunia maya.

Dalam video berdurasi 1 menit 52 detik memperlihatkan sejumlah pelajar SD baik laki-laki maupun perempuan memukul dan menendang seorang anak perempuan berjilbab. Korban tampak terpojok di sudut kelas dan pasrah menjadi bulan-bulanan para pelaku.

Sementara teman-teman lainnya terdengar riuh menyoraki hingga penganiayaan itu terus berlangsung. Diduga, aksi tak patut itu terjadi saat jam kelas kosong atau tidak ada guru. Belum diketahui juga pelaku yang sengaja merekam kejadian itu.

Komisioner KPAI Susanto mengemukakan, pihaknya akan memantau kasus penganiyaan anak lebih baik, dan lebih teliti lagi. “Kami , mengumpulkan keterangan dan berbagai macam kasus, agar bisa menekan angka kekerasan. Beberapa kasus masih dalam proses, karena ada beberapa aturan yang membatasi kinerja di lapangan,” jelas Susanto.

Meski tak menjelaskan kendala yang dihadapi, namun pihaknya berjanji akan menekan angka kekerasan terhadap anak. Mereka juga berharap dukungan penuh terhadap gerakan antikekerasan pada anak dari masyarakat.

Berbagai kalangan menyesalkan kekerasan yang kembali terjadi di dunia pendidikan. Peristiwa penganiayaan yang tidak diketahui guru atau pihak sekolah, memperlihatkan adanya kelalaian pihak sekolah.

“Dunia pendidikan kita terus dicederai dengan peristiwa-peristiwa seperti ini. Sayang sekali ini terjadi di sekolah, dan jelas menjadi tanggung jawab sekolah sepenuhnya. Saya menghimbau kita jangan lalai mengawasi anak-anak didik,” tutur pemerhati pendidikan, Ari S Widodo, kepada Harian Terbit, di Jakarta, Minggu (12/10/2014).

Menurutnya, peran orangtua sangat penting untuk pendidikan anak-anaknya. Dengan pendekatan yang baik, orangtua akan mengetahui masalah yang menimpa anaknya, dan mengetahui anaknya menjadi korban atau pelaku kekerasan.

Dihubungi terpisah, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, mengatakan, peristiwa itu dampak dari komunikasi yang buruk di dalam keluarga.

Menurutnya, anak-anak adalah korban, jika mereka berbuat salah, harus dilihat bagaimana mereka di dalam keluarganya. Kan anak-anak itu masih polos, jadi orang dewasalah yang membimbing mereka.

“Guru juga harus tanggap, jangan sampai antara murid bertengkar, guru tidak tahu,” ujarnya.

Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Ibnu Hammad, berpendapat kekerasan tersebut merupakan kelalaian sekolah. Dalam kurikulum dan pedoman pendidikan, Kemdikbud menegaskan perlindungan terhadap peserta didik.

“Oleh sebab itu, jika ada individu yang melakukan kekerasan wajib ditindak oleh sekolah bersangkutan,” kata Ibnu.

Dia menyatakan, mestinya sekolah menjadi instansi paling aman untuk anak-anak. “Kita harus membedakan antara kelalaian individu dan kebijakan. Kalau kebijakan tidak mungkin tidak melindungi anak-anak. Dan sekolah pastinya juga mengajarkan kebaikan, tapi kelalaian harus diproses,” tegasnya.

Exit mobile version