KPAI – Wali Kota Surabaya “Perlu Terobosan Putus Mata Rantai Trafficking”

KPAI mendatangi Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini terkait penanganan Trafficking yang melibatkan anak di bawah umur di Kota Surabaya untuk prostitusi melalui media sosial beberapa pekan ini. Hal itu dilakukan sebagai upaya koordinasi KPAI mengingat Kota Surabaya merupakan salah satu kota besar yang kemungkinan menjadi tujuan penempatan trafficking untuk tujuan prostitusi sehingga dibutuhkan pencegahan, bahkan penanganan yang komprehenship.
“Kami koordinasi dengan Walikota Surabaya dan Kanit PPA untuk menginformasikan bahwa Kota-kota besar seperti Surabaya terindikasi menjadi pilihan penempatan strategis sindikat trafficking yang menyasar gadis-gadis di bawah umur. Kami sampaikan agar lebih meningkatkan pengawasan pada tempat-tempat rawan terjadinya eksploitasi tersebut, seperti tempat hiburan, Hotel, tempat-tempat destinasi wisata, bahkan apartemen yang sifatnya lebih privat” jelas Ai Maryati Solihah, Komisioner Bidang Trafficking dan Eksploitasi kepada Wartawan, Rabu 28 februari 2018.
“Tanggapan Ibu Risma sangat positif untuk bergandengan tangan dengan KPAI dalam memastikan dan meningkatkan upaya-upaya agar anak tidak dieksploitasi, khususnya di Kota Surabaya, karena di sini sudah memiliki Perda penyelenggaraan perlindungan anak No 6 Tahun 2011 dalam mensinergikan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait sebagai upaya pemerintah mencegah dan menangani kasus-kasus pelanggaran hak anak” Imbuhnya.

Kami juga berkoordinasi dengan Kanit PPA Polrestabes Surabaya untuk memastikan apakah ada keterlibatan jaringan mucikari setempat dalam kasus ini, agar terbongkar dan dapat ditindak tegas.
“Kami sudah mengembangkan kasus dan pelibatan mucikari dari Surabaya sejauh ini tidak ada”Jawab AKP Ruth Yeni di kantornya.

Selanjutnya dalam pertemuan dengan Bu Risma, begitu biasa ia disapa, Ia menyampaikan dukungan kepada KPAI untuk terus bekerja secara maksimal terkait memutus mata rantai trafficking dan eksploitasi anak, terlebih lagi trend mutakhir sekarang menggunakan media sosial yang memiliki kesulitan dan keterbatasan tersendiri dalam menindak dan menanganinya
“Untuk menangani secara komprehenshif trafficking yang bermula dari Medsos kita perlu instrumen utk memastikan Pemerintah Daerah menindak dan melakukan penanganan. Kesulitannya jika melalui medsos, siapa yang mengadu, korban sama-sama dilibatkan dari awal, beruntung di Surabaya kami rutin adakan pengawasan jadi kemungkinan terbongkar terus, termasuk yang di Apartemen kemarin” Ungkap Risma.

Menurutnya intervensi memutus mata rantai trafficking, selain komitmen perlindungan anak namun juga harus mengadvokasi keluarga dan masyarakat sekitar. “Faktor kemiskinan harus dijawab dengan penyediaan lapangan kerja dan pemberdayaan, faktor kepedualian sosial di masyarakat harus ditingkatkan dan faktor aparat pemerintahan pun harus memiliki pengetahuan untuk melindungi anak-anak” pungkasnya.

Dalam catatan KPAI, tahun 2017 jumlah kasus trafficking dan eksploitasi masih tinggi, mencapai angka 293 kasus yang tersebar dalam anak sebagai korban perdagangan (trafficking) sebanyak 40 kasus, anak sebagai korban prostitusi 90 kasus, anak sebagai korban eksploitasi seks komersial anak (ESKA) 78 kasus dan anak sebagai korban eksploitasi pekerja anak sebanyak 83 kasus. Masalah trafficking anak sangat membutuhkan komitmen dari para pemangku kepentingan untuk terus bersungguh-sungguh memutusnya.

Ai Maryati Solihah
Komisioner Bidang Trafficking dan Eksploitasi Anak
081219575982

Exit mobile version