KPAID : Budak Seks Ayah Terkapar di RS

WAJAH seorang remaja, sebut saja Melati (15) terlihat pucat. Tubuhnya menggigil dan terlihat gelisah di ruang perawatan Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD AW Sjaharanie, sore kemarin. Melati dilarikan ke rumah sakit karena kondisinya lemah.
Melati yang selama hampir setahun belakangan jadi korban perkosaan ayah kandungnya, Sadriansyah alias Upik (42) dibawa ke rumah sakit menggunakan sebuah ambulan dari Sungai Kunjang karena mengeluh sakit perut.
Melati tak sendiri, dia diantar Camat Sungai Kunjang Nurrahmani, pegawai Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Samarinda serta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Samarinda.
Karena kondisinya yang lemah, Melati sampai harus diinfus supaya kondisinya cepat pulih. “Kami belum tahu apakah dia (Melati, Red) dirawat inap atau tidak. Dia mengalami trauma berat dan mengeluh sakit di perut,” ujar Ketua Harian KPAI Samarinda Aji Suwignyo kepada Sapos.
Selama menjalani perawatan, Melati dijaga ketat oleh petugas KPAI dan P2TP2A yang mengawalnya. “Mohon maaf, kami ingin menjaga supaya dia tetap merasa nyaman dan tak bertambah syok,” imbuh Nurrahmani.
KPAI Samarinda juga sudah menyiapkan psikolog dan akan terus mendampingi Melati. “Dia kami jemput di rumah salah seorang temannya. Kondisinya sangat memprihatinkan, ya karena syok dan trauma itu,” tutur Aji.
Diduga Melati mengeluh sakit di perut karena ada kaitan dengan peristiwa yang dialaminya. Soalnya sudah sejak setahun belakangan ini, setiap hari harus melayani nafsu birahi Upik.
Informasi yang diperoleh Sapos, jika memang tak menjalani rawat inap, Melati akan dibawa ke salah satu rumah singgah demi keamanan dan pertimbangan percepatan pemulihan kondisi mentalnya.
Melati juga sempat dikunjungi Wakil Wali Kota Nusyirwan Ismail dan istri, Sri Lestari, yang kebetulan memang menjabat sebagai Pengarah P2TP2A Samarinda. “Kami sangat prihatin dengan kondisinya. Semoga kondisinya bisa dipulihkan secepatnya. Dia perlu dukungan kita semua, dalam menghadapi masalah ini,” terang Nusyirwan.
Menurut Sri, yang terpenting saat ini adalah menyelamatkan dan memberi semangat terhadap Melati. “Sangat disesalkan, seorang ayah yang harusnya bisa menjadi pelindung malah melakukan hal yang merusak masa depan anak. Ini harus jadi kejadian terakhir di Samarinda. Proses hukum mesti dijalankan dengan maksimal, sebagai pelajaran bagi warga lainnya,” terang Sri.
Nusyirwan dan Sri juga terlihat berkomunikasi langsung dengan Melati untuk memberikan dukungan moril. Orang nomor dua di lingkungan Pemkot Samarinda memberi motivasi kepada Melati, supaya tetap semangat dan mau melanjutkan sekolahnya.“Yang paling utama, dia harus tetap sekolah demi masa depannya,” pungkas Nusyirwan.

Exit mobile version