AKHIRI KEKERASAN TERHADAP ANAK DI PONDOK PESANTREN

Dok: Humas KPAI

Jakarta, – KPAI menyesalkan berulangnya tindak kekerasan terhadap anak di pondok pesantren yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Duka mendalam kepada keluarga korban atas meninggalnya santri salah satu pondok pesantren di Jawa Timur INF (13) akibat luka bakar yang cukup serius yang dilakukan MHN (16).

KPAI mendorong semua pihak terkait di Kabupaten Pasuruan untuk menjadikan kasus ini sebagai pelajaran serius dan tidak mentolerir budaya kekerasan terhadap anak, baik di lingkungan pondok pesantren dan lembaga pendidikan lainnya, baik yang formal, informal maupun non-formal.

Upaya pencegahan perlu dimasifkan dengan mengadakan sosialisasi hak-hak anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak serta peraturan terkait pencegahan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan, ucap Aris Adi Leksono Anggota KPAI di Kantor KPAI pada, Selasa (24/01/2023).

Kasus ini merupakan gejala serius mengakarnya budaya kekerasan terhadap anak, termasuk di lingkungan satuan pendidikan berbasis agama. Anak rentan menjadi korban maupun pelaku kekerasan.

Sementara itu, menurut Sylvana Maria Anggota KPAI mengatakan bahwa kekerasan yang dialami INF merupakan pelanggaran hak anak, dimana hak-hak anak dilindungi oleh Konstitusi Negara Republik Indonesia dan Undang-Undang nasional lainnya, terutama Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Dalam hal ini, khususnya, hak untuk hidup, tumbuh dan berkembang, hak atas pendidikan, hak untuk memperoleh perlindungan dari kekejaman, kekerasan dan penganiayaan, serta perlakuan salah lainnya, tutur Sylvana.

Kepolisian Sektor Pandaan, Pasuruan, Jawa Timur bergerak cepat dengan mengamankan pelaku pada 20 Januari 2023 dan telah menetapkannya sebagai tersangka. Untuk itu, KPAI mendesak Kepolisian Sektor Pandaan mengusut secara tuntas kasus tersebut dan memastikan keadilan bagi korban dan keluarganya.

Dalam memproses hukum pada kasus kekerasan ini, agar mengutamakan asas Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Bahwa Peradilan Pidana Anak dilaksanakan berdasarkan asas: perlindungan; keadilan; nondiskriminasi; kepentingan terbaik bagi Anak; kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak; pembinaan dan pembimbingan Anak; perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir; dan penghindaran pembalasan, lanjut Sylvana Maria.

Selain itu, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APKB) Kabupaten Pasuruan agar memastikan terpenuhinya hak keluarga korban atas pemulihan serta secara intensif dan konsisten, mendampingi pondok pesantren se Kabupaten Pasuruan melakukan berbagai upaya untuk mencapai standar Pesantren Ramah Anak.

Peran penting Kementerian Agama Kabupaten Pasuruan dalam memberikan perhatian atas kasus kekerasan tersebut agar secara intensif dan konsisten melakukan edukasi pengarusutamaan hak anak dalam kurikulum seluruh Pondok Pesantren.

Dalam hal ini Kementerian Agama Kabupaten Pasuruan dapat bekerjasama dengan DP3APKB memastikan pencapaian standard Pesantren Ramah Anak di seluruh Kabupaten Pasuruan serta mendampingi Ponpes tempat terjadinya kasus tersebut untuk memastikan tidak berulangnya kekerasan serupa atau kekerasan lainnya, ungkap Ketua KPAI Ai Maryati Solihah.

KPAI mendesak Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan agar secara sungguh-sungguh menjadikan agenda penghapusan kekerasan terhadap dan atau oleh anak sebagai salah satu agenda penting untuk mencapai standard Kabupaten Layak Anak serta memastikan terjadinya kolaborasi pentaheliks dalam mencapai standard KLA tersebut.

Masyarakat berperan penting dalam mencegah dan menangani kekerasan terhadap dan atau oleh anak salah satunya dengan cara memperkuat pengetahuan dan keterampilan dalam mengenali hak-hak anak serta bagaimana melindungi anak dari berbagai bentuk kekerasan, tutup Aris. (Ed/Kn)

Aris Adi Laksono (081388705094) – Sub Komisi Pengawasan dan Evaluasi
Sylvana Maria (081211690069) – Sub Komisi Mediasi

Exit mobile version