Jakarta, – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menegaskan bahwa penanganan kasus kekerasan seksual yang melibatkan anak usia di bawah 12 tahun telah diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun. Kedua Regulasi ini menjadi landasan utama dalam menangani kasus-kasus terkini, termasuk seperti kekerasan seksual di Bekasi dan kasus perundungan berat di Riau.
Meskipun pelaku kekerasan dalam beberapa kasus adalah anak yang belum mencapai usia pertanggungjawaban pidana, mekanisme penanganan tetap tersedia dan wajib ditempuh secara profesional, ungkap Dian Sasmita Anggota KPAI sekaigus Pengampu Klaster Anak Korban Kekerasan Seksual, pada, 13 Juni 2025. Laporan tetap dapat disampaikan kepada pihak kepolisian, dan penanganan kasus tersebut wajib melibatkan tiga unsur penting yakni:
1. Penyidik, untuk melakukan pemeriksaan perkara secara profesional dan berperspektif perlindungan anak;
2. Pembimbing Kemasyarakatan (PK), untuk melaksanakan penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap anak;
3. Pekerja Sosial Profesional (PSP), untuk menyusun laporan sosial dan memberikan pendampingan menyeluruh kepada anak korban, maupun anak saksi.
Ketiga unsur ini bekerja secara terpadu dalam pengambilan keputusan dengan tetap berpegang pada prinsip kepentingan terbaik bagi anak, serta menjamin hak dan pemulihan korban tidak diabaikan, lanjut Dian.
Penting untuk dipahami oleh masyarakat bahwa pendekatan hukum dalam UU SPPA menekankan pada keadilan restoratif, yaitu penyelesaian perkara yang berfokus pada pemulihan dan tanggung jawab, bukan semata-mata penghukuman. Dengan demikian, pemulihan korban menjadi prioritas untuk guna memenuhi rasa keadilan, tegasnya.
Dalam konteks ini, peran Pekerja Sosial Profesional menjadi sangat penting, khususnya dalam memastikan pemulihan psikologis dan sosial anak korban juga anak saksi.
Terkait tindak lanjut terhadap anak yang melakukan kekerasan, terdapat dua opsi penanganan:
1. Mengembalikan anak kepada orang tua/wali, dengan syarat pengawasan ketat dan bimbingan berkelanjutan;
2. Mengikutsertakan anak dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan, baik di dalam keluarga, sekolah, maupun lembaga layanan sosial.
Kedua opsi ini memerlukan prasyarat yang ketat, termasuk jaminan lingkungan yang kondusif bagi pemulihan dan perubahan perilaku anak secara positif, serta penguatan keterampilan pengasuhan di dalam keluarga.
KPAI menekankan bahwa penanganan kasus kekerasan oleh maupun terhadap anak memerlukan kolaborasi lintas sektor: antara aparat hukum, pemerintah daerah/UPTD PPA, keluarga, sekolah, dan masyarakat luas. Sinergi ini penting untuk mendukung pemulihan dan reintegrasi sosial anak, sekaligus memperkuat langkah-langkah pencegahan agar tercipta ekosistem yang aman, inklusif dan ramah bagi anak-anak, pungkas Dian. (Ed:Kn)
Media Kontak Humas KPAI,
Email : humas@kpai.go.id
WA. 0811 1002 7727