Marak Kekerasan Seksual di Sekolah, Begini Tanggapan KPA

Akhir-akhir ini kasus kekerasan seksual cenderung meningkat. Bahkan seperti menjadi tren yang negatif. Mirisnya lagi, banyak kasus terjadi di lingkungan sekolah.

Demikian disampaikan Komisioner Bidang Pendidikan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (20/3).

Retno mengungkapkan keprihatinannya yang mendalam. Kasus kekerasan yang terjadi di sekolah, jelas mencoreng dunia pendidikan. Kebanyakan kekerasan terhadap anak didik dilakukan guru, kepala sekolah, petugas sekolah, dan ada yang sesama anak didik.

“Kasus kekerasan seksual oknum guru terhadap peserta didik yang viral di media, membuat kita miris. Meski tidak dilaporkan langsung ke KPAI, tetapi KPAI tetap melakukan pengawasan langsung. Ada sekitar 13 persen kasus yang tidak dilaporkan, tapi kita lakukan pengawasan,” ungkapnya.

Retno mengatakan, berbagai kasus kekerasan seksual yang dilakukan oknum guru terhadap anak didiknya, seolah menjadi tren. Ironisnya, sekolah yang seharusnya menjadi tempat aman dan nyaman bagi anak didik, ternyata justru bisa menjadi tempat yang bahaya bagi anak-anak.

Kasus kekerasan seksual terhadap anak didik ini, sebagian besar dilakukan di lingkungan sekolah. Seperti di toilet, di ruang kelas, di ruang OSIS, dan bahkan ada yang di musala (ruang penyimpanan karpet). Juga terjadi saat kegiatan ektrakurikuler, seperti di perkemahan dan bus pariwisata.

Dalam beberapa kasus, ungkap Retno, pelaku telah melakukan aksi bejatnya sudah beberapa bulan. Bahkan ada yang sudah bertahun-tahun. Kebanyakan korban enggan melapor karena ancaman atau merasa malu karena dianggap aib.

Lebih lanjut, Retno menjelaskan, ada perubahan tren korban. Kalau dulu korban kebanyakan anak perempuan, tetapi data terakhir justru korban mayoritas anak laki-laki.

“Korban mayoritas berusia SD dan SMP. Misalnya, kasus kekerasan seksual oknum guru di Kabupaten Tangerang. Korbannya mencapai 41 siswa laki-laki. Kasus di Jombang Jawa Timur, korbannya mencapai 25 siswi. Kasus di Jakarta, korbannya 16 siswa laki-laki. Kasus di Cimahi korbannya 7 siswi, dan an kasus oknum wali kelas SD di Surabaya, korbannya mencapai 65 siswa,” ungkapnya.

Guru yang jadi pelaku kekerasan seksual di sekolah, juga beragam. Ada guru yang berstatus sebagai wali kelas.

Kasus ini umumnya terjadi di jenjang sekolah dasar. Karena di SD yang dikenal guru kelas bukan guru mata pelajaran.

Sedangkan di jenjang SMP dan SMA atau yang sederajat, pelaku adalah oknum guru mata pelajaran. Di antaranya guru pelajaran bahasa Indonesia, guru olahraga, dan bahkan guru pendidikan agama.

Exit mobile version