Kabupaten Maros – Angka Dispensasi kawin di Kabupaten Maros 2020-2024 mengalami penurunan. Berbagai upaya pencegahan perkawinan anak terus dilakukan sebab upaya tersebut merupakan langkah penting untuk melindungi hak dan kesejahteraan anak-anak.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengapresiasi upaya pemerintah Kabupaten Maros yang telah menerbitkan beberapa regulasi dalam rangka pencegahan perkawinan anak. Mulai dari Peraturan Bupati Maros Nomor 74 Tahun 2021 Tentang Strategi Daerah Pencegahan Perkawinan Anak di Kabupaten Maros 2021-2026, hingga Peraturan Desa. Dalam PerBup tersebut tertuang tujuan mewujudkan perlindungan anak dan menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan. Juga, mencegah terjadinya tindakan kekerasan terhadap anak, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), putus sekolah, menurunkan angka kemiskinan, hingga angka kematian ibu dan anak. Dalam hal Perdes sudah ada praktik baik diantaranya: Pertama, sanksi sosial berupa perangkat Desa tidak menghadiri semua acara prosesi perkawinan jika anak yang akan dinikahkan; Kedua, sanksi administrasi berupa tidak diberikannya surat pengantar perkawinan dari RT dan RW; Ketiga adanya layanan pengaduan di tingkat Desa; Keempat, adanya pendampingan kasus di setiap Desa; dan Kelima, adanya dukungan dari aktor kunci baik dari tokoh agama, tokoh masyarakat atau lainnya.
Selain regulasi, dibentuk juga forum komunikasi pencegahan perkawinan anak dengan SK Bupati Nomor 887/KPTS/366/2021. Kemudian didukung kerja-kerja kolaborasi, diantaranya MOU Pemda Maros dan ICJ Makassar tentang pemenuhan hak perempuan dan perlindungan Anak dan MOU Pengadilan Agama KLAS 1B Maros dengan ICJ Makassar tentang Pencegahan Perkawinan Anak dan pemenuhan HAK Perlindungan Perempuan dan Anak pasca perceraian.
Menurut data perkara dispensasi kawin pada Pengadilan Agama Kabupaten Maros tahun 2020-2024 terdapat 514 perkara diterima dan 428 dikabulkan putusan perkaranya, diantaranya 2020 terdapat 237 perkara diterima dan 207 dikabulkan, 2021 terdapat 188 perkara diterima dan 152 dikabulkan, 2022 terdapat 71 perkara diterima dan 57 dikabulkan, 2023 terdapat 14 perkara diterima dan 9 dikabulkan, serta 2024 terdapat 4 perkara diterima dan 3 dikabulkan.
“Upaya yang dilakukan pemerintah daerah dan dinas lainnya dalam menekan angka perkawinan anak cukup berhasil, hal ini dapat dilihat melalui data dispensasi kawin yang cenderung mengalami penurunan,” tutur Irham Riad selaku Ketua Pengadilan Agama Kabupaten Maros.
Dalam berbagai upaya pencegahan perkawinan anak, tentunya praktik baik di Kabupaten Maros ini dapat menjadi contoh pemerintah daerah lainnya dalam menekan angka perkawinan anak maupun menjadi acuan dalam pelaksanaan Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA).
Sebelumnya, pemerintah telah mencanangkan pencegahan perkawinan anak secara sistematis melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dengan tujuan mengurangi perkawinan anak dari 11,2% di tahun 2018 menjadi 8,74% di tahun 2024. Tentunya target tersebut sejalan dengan Stranas PPA 2020 yang bertujuan mengurangi perkawinan anak dari 11,2% menjadi 6,9% pada tahun 2030.
“Praktek baik dari Maros ini tentu dapat menekan angka perkawinan anak melalui dispensasi kawin, tetapi data perkawinan anak yang tidak tercatat masih banyak, tentu menjadi tugas bersama. Kedepan harus ada pendekatan yang lebih menyasar ke akar rumput dimulai dari memberikan pemahaman atau edukasi bagi para orangtua dan anak, hingga pemberian sanksi kepada pelaku pelanggaran hak anak dalam hal ini imam-imam penghulu desa atau lainnya,” ucap Ai Rahmayanti selaku Anggota KPAI saat melakukan rapat koordinasi pengawasan pencegahan perkawinan anak di Kabupaten Maros, pada Jumat (27/09/2024).
Ai Rahmayanti juga menambahkan bahwa dalam merespon perkawinan anak ini harus dilakukan secara komprehensif. Selain pendekatan dalam hal pencegahan, harus ada juga program pendampingan pasca terjadinya perkawinan anak seperti monitoring kesehatan, tumbuh kembangnya, pendidikan, maupun hak anak lainnya. Monitoring ini bisa dilakukan oleh lembaga yang dekat dengan akar rumput seperti KUA, BKD, RT, RW, sejenis lainnya serta oleh tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dan sebagainya.
Perkawinan anak tentunya memiliki dampak buruk bagi anak, termasuk dalam putusnya hak pendidikan, kesehatan, hingga pemenuhan hak anak lainnya, serta tidak bisa dipungkiri bahwa terjadinya perkawinan anak akan mengakibatkan stunting hingga tingginya angka kematian ibu dan anak, dikarenakan anak belum siap melahirkan anak.
Dalam kesempatan yang sama, Suhartini Bohari selaku Pjs Bupati Maros mengatakan bahwa permasalahan perkawinan anak masih berada dalam lingkup regulasi, karena berbenturan dengan budaya dan adat yang selama ini dipahami oleh masyarakat.
“Selain regulasi yang terbentur dengan budaya dan adat, tentu permasalahan ekonomi menjadi faktor signifikan penyebab perkawinan anak, maka dengan adanya kegiatan ini diharapkan dapat mendorong semua pihak dalam memberikan pemahaman dan pencegahan perkawinan anak,” lanjut Suhartini.
Dalam pengawasan ini, KPAI merekomendasikan peningkatan kolaborasi yang melibatkan stakeholder dalam meningkatkan pemahaman masyarakat untuk pencegahan perkawinan anak dan melakukan pendampingan pasca dikabulkannya permohonan dispensasi kawin, serta hadirnya regulasi yang lebih menyasar kepada pelaku atau sebutan lainnya penyedia jasa perkawinan anak.
“Hasil pengawasan ini akan menjadi rekomendasi terkait kebijakan di tingkat nasional kepada kementerian atau lembaga terkait, maupun kepada pemerintah daerah untuk dapat segera ditindaklanjuti, sehingga anak-anak dapat memperoleh hak mereka untuk tumbuh kembang secara optimal tanpa harus menghadapi risiko-risiko yang diakibatkan oleh perkawinan anak” tutup Ai Rahmayanti.
Media Kontak Humas KPAI,
Email : humas@kpai.go.id
WA. 0811 1002 7727