Membasmi Kelompok dan Jaringan Pedofil

TERKUAKNYA kelompok dan jaringan internasional Official Loli Candi’s Grup membuka mata kita semua bahwa tindak kekerasan seksual terhadap anak terutama pedofilia tidak saja masih ada, tetapi justru semakin berkembang pesat. Indikasi yang paling nyata yaitu kini para pelaku kejahatan paedofilia (baca: pedofil) telah berani membentuk kelompok dan jaringannya sendiri. Kondisi ini berbeda dengan beberapa tahun ke belakang, di mana para pedofil lazimnya bergerak secara sendirisendiri. Hasil eksploitasinya terhadap anak pun hanya dipergunakan untuk kepentingannya sendiri. Misalnya saja, kasus Mario Manara yang mencabuli 9 anak di Buleleng, Bali (2001), kasus Grandfield Philip Robert yang juga mencabuli 9 anak usia SMP dan SMA di Singaraja, Bali (2008) hingga kasus Baekuni/ Babeh yang mencabuli dan membunuh sebagian korban di antaranya (2010).

Kini, hasil eksploitasi para pedofil terhadap anak bahkan malah dijadikan sebagai lahan bisnis baru. Caranya dengan mendokumentasikan proses maupun hasil tindak kejahatan seksual yang dilakukannya terhadap anak, baik dalam bentuk foto maupun video. Pada kasus Official Loli Candi’s Grup, konten-konten porno tersebut dikelola admin grup, dikirim dengan bayaran mencapai 15 dolar AS atau setara Rp 200.000 perklik.

Level Internasional

Yang tak kalah memprihatinkan, fakta bahwa jaringan yang dibentuk oleh kelompok pedofil di negara ini sudah merambah ke level internasional. Seperti diketahui, setidaknya ada 11 grup pedofil lain dari sejumlah negara yang terkoneksi langsung dengan grup pedofil Official Loli Candi’s Grup. Kulminasinya, tantangan penegak hukum untuk memberantas pedofilia sudah pasti menjadi semakin berat. Minimal bisa dilihat dari potensi jatuhnya korban yang sangat besar bila dibandingkan dengan pelaku pedofilia yang hanya bergerak secara individual.

Jamak disadari, keberadaan pedofil yang melancarkan aksi-aksinya secara individual saja mempunyai potensi yang sangat berbahaya bagi anak. Faktanya, sejumlah kasus pedofilia yang dilakukan orang perseorangan di negara ini rata-rata mempunyai korban belasan hingga puluhan anak. Tak jarang, sebagian di antara para korban pun harus kehilangan nyawa karena dibunuh oleh pedofil guna menghilangkan jejak tindak kejahatannya. Sehingga, apabila para pedofil dalam melancarkan aksi-aksinya kemudian terorganisir dalam sebuah kelompok dan jaringan, maka akan sangat mungkin jumlah korban tindak kejahatannya meningkat secara signifikan.

Yang paling dikhawatirkan dari semua hal di atas, tentu jika keberadaan kelompok dan jaringan pedofil tersebut sengaja dibuat tidak hanya dipergunakan sebagai lahan bisnis baru. Akan tetapi, dipergunakan pula sebagai alat untuk mencetak bibit-bibit pedofil baru. Mengutip pandangan Richard Von KrafftEbing dalam bukunya berjudul Psychopathia Sexualis, anak yang menjadi korban pedofilia mempunyai kecenderungan kuat untuk menjadi pedofil pula ketika dewasa. Hal senada diucapkan oleh Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Ni’am Sholeh, menurutnya ada kemungkinan anak korban pedofilia bisa berbalik menjadi pelaku kejahatan tersebut di kemudian hari.

Virus

Jika demikian, kelompok dan jaringan pedofil dapat dikatakan bak virus yang dengan cepat mampu menularkan virus pedofilia ke setiap orang lainnya. Maka, sulit dibayangkan betapa sangat berbahayanya keberadaan pedofil yang terorganisir dalam sebuah kelompok dan jaringan tertentu. Maka terbongkarnya kelompok dan jaringan pedofil bertaraf internasional Official Loli Candi’s Grup mesti dijadikan momentum bagi segenap pihak, terutama penegak hukum untuk melakukan deteksi dini kemungkinan adanya kelompok dan jaringan pedofil lain. Jika sudah terdeteksi, maka tugas aparat penegak hukum selanjutnya ialah membasmi kelompok dan jaringan pedofil tersebut sampai ke akar-akarnya.

Kecuali dari perspektif pelaku, upaya membasmi kejahatan pedofilia penting pula dilakukan dari perspektif korban. Yaitu, dengan memberikan rehabilitasi yang memadai, meliputi rehabilitasi fisik dan rehabilitasi sosialpsikologis terhadap anak yang menjadi korban pedofil. Sehingga, rasa trauma anak cepat hilang dan anak bisa kembali hidup normal tanpa terjerumus menjadi pelaku pedofil di kemudian hari.

Exit mobile version