Mengapa lebih 20 juta anak Indonesia mulai merokok sebelum 10 tahun?

Di tengah kontroversi rancangan undang-undang tembakau, data Atlas Pengendalian Tembakau di ASEAN mengungkapkan lebih 30% anak Indonesia mulai merokok sebelum usia 10 tahun. Jumlah itu mencapai 20 juta anak.

Jumlah fantastis itu merunut pada data jumlah anak Indonesia usia 0-14 tahun berdasarkan sensus 2010, yang melebihi 67 juta orang.

Di akun Facebook BBC Indonesia, angka ini mendapat reaksi sejumlah netizen. Misalnya akun Elham Ahmad yang menceritakan dia pernah merasa miris saat melihat “seorang bocah menyalakan rokok kakaknya”. Dia menilai “anak-anak terlalu gampang mendapatkan rokok.

Akun Novia Walk Away menceritakan di sekitar tempat tinggalnya di gang Manunggal 2, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, seorang anak merokok sambil menengak minuman beralkohol. “Tapi seolah-olah masyarakat nggak peduli. Pemilik warung juga demikian… Saya sering lapor RT soal itu… Mereka itu kayaknya sudah nurut sama anak itu.”

Sementara itu, Lisda Sundari, Ketua Lentera Anak, sebuah organisasi yang membela hak-hak anak menyebut berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar Kemenkes 2013, “hampir 80% perokok, yang jumlah totalnya sekitar 16 juta, memulai merokok pada usia di bawah 19 tahun.”

Angka-angka tersebut menurut Lisda “sangat mengkhawatirkan”. Dia bertutur banyaknya perokok anak, karena banyak pula ‘model perokok’ di sekitar mereka.

“Anak adalah peniru terbaik. Model ini bisa orang tua, guru, kakak mereka yang merokok sembarangan, di rumah, sekolah, angkutan umum. (Kondisi tersebut) membuat merokok seolah-olah adalah hal yang biasa dilakukan orang dewasa, dan memberi kenikmatan.”

Selain itu, akses anak-anak untuk mendapatkan rokok di Indonesia dinilainya “sangat mudah”. “Mereka bisa beli rokok di mana saja. Rokok bisa dibeli per batang, harganya bisa Cuma Rp1.000 satu batangnya, bahkan lebih murah dari itu.”

Lisda menegaskan tingginya jumlah perokok anak itu bisa ‘mengancam masa depan Indonesia’. “Dampak merokok baru mereka rasakan 10-15 tahun mendatang. Kita bisa bayangkan nanti tahun 2030an, ketika Indonesia menikmati bonus demografi banyaknya masyarakat usia produktif, mereka malah sakit-sakitan.”

Anak-anak yang merokok di usia dini, bukanlah sekedar cerita. Kita telah beberapa kali melihat kasus anak pecandu rokok yang kemudian hangat dibicarakan di media sosial dan online. Berikut beberapa di antaranya.

Ardi Rizal

Pada 2010, balita asal Musi Banyuasin, Sumatera Selatan ini menjadi pembicaraan. Pasalnya, bocah yang saat itu berusia 2,5 tahun tersebut mengkonsumsi hingga 40 batang rokok setiap harinya.

Ayahnya bercerita Ardi mulai merokok sejak berusia 18 bulan. Bila tidak diberi rokok, Ardi langsung marah hingga membeturkan kepalanya ke tembok.

Ramainya pemberitaan terhadap Ardi membuat beberapa organisasi anak datang, dan melakukan berbagai upaya membantu bocah itu berhenti merokok.

Kecanduan merokok Ardi bisa dihapuskan, tetapi dia malah mengalami kecanduan lain, yaitu ‘kecanduan makanan’, hingga mengalami obesitas.

Bayi diberi rokok

Sebuah foto yang menunjukan seorang bayi diberi rokok yang sedang menyala beredar di Facebook pada Februari 2015. Sejumlah laporan menyebut foto itu diunggah oleh akun Ve Royy Alvero dengan kalimat “Jagoan mom & papp.”

Akun dengan nama tersebut kemudian tidak bisa diakses.

Kepada BBC Indonesia, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Ni’am Saleh kala itu menyatakan “pengunggahan gambar (tersebut) jelas tidak berkesesuaian dalam prinsip perlindungan anak, karena salah satu hak dasar anak adalah mendapat jaminan tumbuh kembang secara baik oleh orang tua.”

Unggahan foto bayi tersebut mendapat banyak reaksi di media sosial. Di Twitter, akun @hebitic saat itu mencuit, “‏langsung pusing habis lihat foto anak bayi dicekokin rokok.”

Ilham

Pada April 2012, Ilham, seorang bocah berusia 8 tahun asal Sukabumi menjadi pembicaraan. Dia dikenal sebagai bocah perokok dan juga sering berbicara ‘kasar’.

Setelah ramai dibicarakan, lelaki yang mulai merokok sejak usia empat tahun itu akhirnya berhasil meninggalkan kebiasaan merokok setelah mendapat perawatan khusus di sebuah rumah singgah di Jakarta.

“Setelah satu bulan mengikuti program penyembuhan, Ilham berhasil sembuh dan kami sangat berharap dukungan dari keluarga dan lingkungannya,” kata Arist Merdeka Sirait, Ketua Komnas Anak, pada April 2012.

Sebagai bagian dari upaya rehabilitasi permanen, warga di sekitar tempat tinggal Ilham dan keluarganya di Sukabumi, Jawa Barat, setuju untuk mencanangkan gerakan ‘Kampung Sehat.

“Kampung sehat berarti tidak ada lagi orang dewasa yang merokok apalagi merokok di depan anak-anak.”

Exit mobile version